Dekat Savatthi, di rumah Anathapindika dan rumah Visakha, dua ribu bhikkhu memperoleh pelayanan setiap hari. Di rumah Visakha, dana makanan diatur pemberiannya oleh cucu perempuannya. Di rumah Anathapindika, pengaturan dana makanan dilakukan, pertama oleh anak perempuan Anathapindika tertua, kemudian oleh anak perempuan kedua, dan akhirnya oleh Sumanadevi, anak perempuan yang termuda.
Kedua saudara perempuannya yang lebih tua mencapai tingkat kesucian sotapatti dengan mendengarkan Dhamma, setelah melayani dana makan para bhikkhu. Sumanadevi melakukan lebih baik dan ia mencapai tingkat kesucian sakadagami. Suatu ketika Sumanadevi jatuh sakit, dan di tempat tidurnya ia memohon kehadiran ayahnya. Ayahnya datang, ia memanggil langsung ayahnya sebagai “Adik laki-laki” (kanithabhatika), kemudian ia meninggal dunia.
Istilah panggilan itu membuat ayahnya khawatir, gelisah, dan berduka cita, memikirkan bahwa putrinya telah menggigau dan tidak dalam waktu kesadaran yang tepat pada saat kematiannya. Ia menghampiri Sang Buddha, dan menceritakan perihal putrinya, Sumanadevi. Sang Buddha berkata kepada orang kaya yang berbudi luhur itu bahwa putrinya telah dalam kesadaran dan sepenuhnya tenang pada saat ia meninggal dunia.
Sang Buddha juga menjelaskan bahwa Sumanadevi telah menyebut ayahnya dengan sebutan “adik laki-laki” karena ia mencapai tingkat kesucian yang lebih tinggi daripada tingkat kesucian ayahnya. Ia adalah seorang sakadagami sedangkan ayahnya hanya seorang sotapanna. Anathapindika juga diberitahu bahwa Sumanadevi telah dilahirkan kembali di surga Tusita.
Kemudian Sang Buddha membabarkan syair 18 berikut: Di dunia ini ia bahagia, di dunia sana ia berbahagia; pelaku kebajikan berbahagia di kedua dunia itu. Ia akan berbahagia ketika berpikir, “Aku telah berbuat bajik”, dan ia akan lebih berbahagia lagi ketika berada di alam bahagia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar