Senin, 11 Juli 2016

Kerajaan Lebah




Suatu hari, Sang Buddha Sakyamuni beserta para pengikut Beliau, termasuk muridnya Maudgalyayana, singgah di suatu kerajaan untuk menyebarkan ajaran Sang Buddha. Ketika para penduduk di sana melihat Sang Buddha, mereka menutup pintu rumah mereka dan mengacuhkan Beliau.

Namun ketika mereka melihat Maudgalyayana, mereka segera menyambutnya. Semua orang, dari Raja, menteri, dan seluruh rakyat di sana, semua memberi hormat, bahkan berebutan untuk memberikan persembahan kepadanya.

Murid Buddha lainnya berpikir bahwa ini tidaklah adil. “Sang Bhagava,” kata para murid Buddha, “Kebajikan Anda begitu Agung/ Mulia; mengapa mereka tidak memberikan persembahan kepada Anda, tapi malah berebutan untuk memberikan persembahan kepada Maudgalyayana?”

“Ini disebabkan oleh ikatan (karma) masa lampau," kata Sang Buddha. "Saya akan memberitahu Anda. Pada masa lampau, sejauh kalpa yang tak terhitung banyaknya, Maudgalyayana dan saya hidup di negara yang sama. Dia mengumpulkan kayu bakar di gunung, sedangkan saya tinggal di gubuk di bawah gunung. Segerombolan lebah mengganggu saya, dan kemudian saya mengusir mereka.

Tapi Maudgalyayana menolak untuk membantu (mengusir lebah-lebah itu), meskipun mereka menyengatnya sampai tangannya bengkak dan nyeri. Malahan, ia berikrar, ‘Pastilah sengsara hidup sebagai (menjadi) lebah,’ pikirnya. ‘Saya berikrar bahwa ketika saya mencapai Pencerahan, saya akan berusaha untuk menyelamatkan lebah yang seperti asura ini!’

Banyak kehidupan telah berlalu, kini lebah-lebah tersebut dilahirkan kembali sebagai penduduk di kerajaan ini. Ratu lebah menjadi Raja, lebah-lebah jantan-nya menjadi menteri, dan para lebah pekerja menjadi warga/ penduduk di sini. Karena dahulu saya tidak menyukai lebah-lebah tersebut, sekarang saya tidak memiliki ikatan (karma) dengan orang-orang ini, maka sekarang tidak ada yang memberikan persembahan kepada saya. Tetapi karena ikrar Maudgalyayana, semua penduduk di sini menghormatinya.”

LAND OF THE BEES

Once Sakyamuni Buddha and his disciple Maudgalyayana went with a large gathering of followers to another country to convert living beings. When the citizens saw the Buddha they shut their doors and ignored him.

When they saw Maudgalyayana, however, they ran to greet him, and everyone, from the King and ministers to the citizens, all bowed and competed to make offerings to him.

The Buddha's disciples thought this most unfair. 'World Honored One,' they said, 'your virtuous conduct is so lofty; why is it that they do not make offerings to you, but instead compete to make offerings to Maudgalyayana?'

'This is because of past affinities,' said the Buddha." I will tell you. Limitless aeons ago, Maudgalyayana and I were fellow-countrymen. He gathered firewood in the mountains and I lived in a hut below. A swarm of bees was bothering me and I decided to smoke them out.

But Maudgalyayana refused to help even though they stung him until his hands were swollen and painful. Instead, he made a vow, "It must be miserable to be a bee," he thought. "I vow that when I attain the Way I will try to save these asura-like bees first thing!"

Many lifetimes later the bees were reborn as the citizens of this country. The queen bee became the King, the drones became the ministers, and the workers became the citizens. Because I didn't like the bees, I now have no affinity with these people and therefore no one makes offerings to me. But because of his vow, all the citizens revere Maudgalyayana'.
Unknown Web Developer

Morbi aliquam fringilla nisl. Pellentesque eleifend condimentum tellus, vel vulputate tortor malesuada sit amet. Aliquam vel vestibulum metus. Aenean ut mi aucto.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar