Dalam agama Buddha aliran Vajrayana, Acala
(atau juga disebutsebagai Achala atau Acalanātha (अचलनाथ) dalam bahasa Sansekerta) adalah yang paling terkenal dari 5 Raja Kebijaksanaan(Vidyaraja) dari Alam Garbha (Garbhakosa-dhatu).
Nama panggilan lainnya adalah Ācalanātha, Āryācalanātha, Ācala-vidyā-rāja dan Ca ṇḍ amahāro ṣ aṇ a. Kata ācala dalam Bahasa Sansekerta berarti “tidak bergeming”.
Istilah Ācala juga digunakan sebagai nama tingkat ke-8 dalam tingkatan Bodhisattva. Aksara siddham-nya (siddham, dalam Bahasa Sansekerta berarti“sempurna”) adalah “hāṃ “. Ācala adalah sang penghancur kebodohan
(ilusi) dan juga pelindung Dharma Buddha. Ia
yang tak bergeming menandakan kemampuannya untuk tetap tidak terpengaruh oleh godaan-godaan jasmani (duniawi). Meski tampil dalam wujud yang menakutkan, Ia berperan dalam membantu semua insanlewat menunjukkan ajaran-ajaran Buddha
sehingga mereka bisa memiliki penguasaan (pengendalian) diri.
Oleh karenanya Ia dianggap sebagai seorang pelindung dan juga pengawal dalam mencapai dan melaksanakan berbagai tujuan. Buddha Akshobhya, yang namanya juga berarti “Ia yang tak bergeming”, kadang dilebur menyatu bersama Ācala. Namun Ācala
sendiri tidak dianggap sebagai Buddha,melainkan sebagai salah satu dari 5 Vidyaraja dari Garbha-kosa dhatu, seperti yang dijelaskan di dalam Agama Buddha Ordo Shingondi Jepang.
Sebagai Fudō myōō, Ācala dianggap sebagai salah satu dari 13 Buddha di Jepang. Fudō myōō berarti “Raja Kebijaksanaan Yang Tak Bergeming”,merupakan dewata pelindungpara Yamabushi (pertapa yang tinggal di dalam gunung). Ia seringkali tampak memegang sebilah pedang dan sebuah tali penjerat, mengenakan kain sederhana sebagai pakaiannya, satu giri taring giri mengarahkeatas dan satunya lagi mengarah ke bawah, dan rambutnya yang terjalin di salah satu sisi kepalanya.
Patungnya umumnya diletakkan di dekat air terjun dan di dalam gunung dan gua.
DEMIKIANLAH YANG TELAH KUDENGAR. Suatu ketika Sang Buddha sedang berada di Rajagriha, Saat itu, Bodhisattva Dharani Panji Mestika (Ratnaketu Dharani Bodhisattva) bertanya pada Buddha, “Bagaimanakah asal muasal perwujudan Mahanaga Kulika yang menelan pedang tajam serta melingkarinya dengan keempat kakinya.”
Buddha menjawab pertanyaan Bodhisattva Dharani Panji Mestika, “Pada zaman dahulu terdapatlah dewa penganut ajaran sesat (tirthika) bernama Mahesvara. Acalanatha Vidyaraja berdebat melawan para mara yang menganut ajaran sesat tersebut di Istana Pengetahuan Unggul.
Mereka saling mengerahkan bermacam-macam rddhi (kekuatan batin) yang berhubungan dengan prajna. [Demi bertanding melawan mereka], Acalanatha Vidyaraja mengubah dirinya menjadi sebilah pedang api kebijaksanaan. Ketika itu di antara mereka terdapat 95 aliran ajaran sesat (tirthika). Pemuka mereka yang bernama Pengetahuan Unggul juga merubah dirinya menjadi pedang api (mencoba meniru Acalanatha Vidyaraja - penterjemah). Oleh karena itu, Acalanatha Vidyaraja kemudian merubah dirinya kembali menjadi Mahanaga Kulika yang memiliki empat pendukung, yang sanggup mengalahkan seluruh balatentara mara dari ketiga dunia (triloka). [Adapun] keempat pendukungnya itu adalah empat vidyaraja. Pada lehar vidyaraja itu terdapatlah teratai bernama Api Kebijaksanaan, yang bertuliskan kata ‘Kulika.’ Tingginya sepuluh ribu yojana. [Selain itu], dari mulutnya keluarlah 20.000 koti geledek dalam sekali hembusan saja. Begitu mendengarnya, raja mara penganut ajaran sesat menyadari dan menghapuskan kejahatan serta kemelekatannya terhadap pandangan salah.”
Buddha lalu melafalkan suatu dharani, yang berbunyi:
NA MO XI DI XI DI SHU XI DI XI DI JIA LUO
LUO YE JU YAN SHEN MO MO XI LI
A SHI MO XI DI SUO PO HE
Mantra ini sungguh dashyat daya kekuatannya. Sanggup menghapuskan segenap kesalahan akibat pandangan salah serta dapat menundukkan seluruh raja mara. Bila ada orang yang mengalamai gangguan makhluk-makhluk halus jahat, ia dapat menuliskan namanya sendiri dan melafalkan dharani ini sebanyak tiga atau tujuh kali. Seluruh makhluk halus jahat akan terbakar habis tanpa sisa. [Selain itu], dharani Ini dapat menjauhkan para pelafal [secara alami] dari lima makanan pedas, arak, dan daging. Pelafal juga akan membebaskan dirinya dari hawa nafsu keinginan rendah serta tak akan mencemarkan dirinya lagi dengan kaum wanita. Dengan sepenuh hati melafalkan dharani ini. Seluruh dambaan akan terkabul dengan sempurna. [Tiada yang mustahil bagi dharani ini, yang diumpamakan dengan:] pohon yang berbunga sebelum
waktunya atau empat samudera raya yang dapat berubah menjadi gunung dan gunung tinggi yang
berubah menjadi samudera). Dharani ini memiliki daya kekuatan dan pahala kebajikan yang luar biasa. Ia sanggup menyalakan api di atas salju atau menjadikan pohon yang paling keras bagaikan air. Segenap hatinya akan selalu selaras dengan Sang Bhagava." Selanjutnya Sang Buddha mengucapkan
gatha sebagai berikut:
Praktisi (sadhaka) yang dengan setia menjalankan pelafalan
Akan mencapai SamadhiTertinggi bagaikan Sang Bhagava
Setingkat dengan para bodhisattva
Naga Kulika / Krkala
Pujilah namanya dengan melafalkannya
Sanggup menghapuskan rintangan para mara.
Kelak akan terlahir di Negeri Kebahagiaan (Tanah Buddha).
Setelah Buddha membabarkan sutra ini, ke-95 raja mara dan para mahanaga [yang mendengarnya] merasa sangat bergembira. Mereka [dengan sepenuh hati] meyakini, menerima, dan melaksanakannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar