Jumat, 01 Juli 2016

SEJARAH SHAKYAMUNI BUDDHA - PART 2




Setelah Pangeran berusia tujuh tahun, Raja memerintahkan untuk menggali tiga kolam di halaman istana. Di kolam-kolam itu ditanami berbagai jenis bunga teratai (lotus). Satu kolam dengan bunga teratai yang berwarna biru (Upala), satu kolam dengan bunga yang berwarna merah (Paduma), dan satu kolam lagi dengan bunga yang berwarna putih (Pundarika). Selain tiga kolam tersebut, Raja juga memesan wangi-wangian, pakaian dan tutup kepala dari negara Kasi, yang waktu itu terkenal karena mengahasilkan barang-barang tersebut dengan mutu yang terbaik. Pelayan-pelayan diperintahkan untuk melindungi Pangeran pergi, baik siang maupun malam hari sebagai lambing dari keagungannya.

Setelah tiba waktunya untuk bersekolah, Raja memerintahkan seorang guru bernama Visvamitta untuk memberikan pelajaran kepada Pangeran dalam berbagai ilmu pengetahuan. Ternyata Pangeran cerdas sekali. Semua pelajaran yang diberikan, dengan cepat dapat dipahami sehingga dalam waktu singkat tidak ada lagi hal-hal yang dapat di ajarkan kepada Pangeran kecil. Sejak kanak-kanak, Pangeran terkenal sebagai anak yang penuh kasih sayang terhadap sesama mahluk hidup seperti terlihat dari kisah di bawah ini.

Pada suatu hari Pangeran sedang berjalan-jalan di taman dengan saudara sepupunya, Devadatta, yang pada waktu itu membawa busur dan panah. Devadatta melihat serombongan belibis hutan terbang di atas mereka. Dengan cekatan Devadatta membidikkan panahnya dan berhasil menembak jatuh seekor belibis. Pangeran dan Devadatta berlari-lari ke tempat belibis itu jatuh. Pangeran tiba terlebih dahulu dan memeluk belibis itu yang ternyata masih hidup. Pangeran dengan hati-hati dan penuh kasih sayang mencabut panah dari sayap belibis tersebut, kemudian meremas-remas beberapa lembar daun hutan dan dipakaikan sebagai obat untuk menutupi luka bekas kena anak panah. Devadatta minta agar belibis tersebut diserahkan kepadanya karena ia yang menembaknya jatuh. Namun Pangeran tidak memberinya dan mengatakan, “Tidak, belibis ini tidak akan aku serahkan kepadamu. Kalau ia mati, maka ia benar adalah milikmu. Tetapi sekarang ia tidak mati dan ternyata masih hidup. Karena aku yang menolongnya, maka ia adalah milikku.” Devadatta tetap menuntutnya dan Pangeran tetap pada pendiriannya dan tidak mau menyerahkannya. Akhirnya atas usul Pangeran, mereka berdua pergi ke Dewan Para Bijaksana dan mohon agar Dewan memberikan keputusan yang adil dalam persoalan tersebut. Setelah mendengarkan keterangan-keterangan dan penjelasan-penjelasan dari kedua belah pihak, Dewan lalu memberikan keputusan sebagai berikut :

” Hidup itu adalah milik dari orang yang mencoba menyelamatkannya. Hidup tidak mungkin menjadi milik dari orang yang mencoba menghancurkannya. Karena itu menurut norma-norma keadilan yang berlaku, maka secara sah, belibis harus menjadi milik dari orang yang ingin menyelamatkan jiwanya yaitu Pangeran Siddhatta.”

Sewaktu Pangeran meningkat usianya menjadi 16 tahun, Raja memerintahkan untuk membuat tiga buah istana yang besar dan indah, satu istana untuk musim dingin (Ramma), satu istana untuk musim panas (Suramma) dan satu istana untuk musim hujan (Subha). Kemudian Raja mengirim undangan kepada para orang tua yang mempunyai anak gadis untuk mengirimkan anak gadisnya ke pesta, dimana Pangeran akan memilih seorang gadis untuk dijadikan istrinya. Namun para orang tua tersebut ternyata tidak mengacuhkannya.

Mereka mengatakan bahwa Pangeran tidak paham kesenian dan ilmu peperangan, maka bagaimana ia kelak dapat memelihara dan melindungi istrinya. Ketika hal ini diberitahukan kepada Pangeran, maka Pangeran mohon kepada Raja agar segera mengadakan satu sayembara, dimana berbagai ilmu peperangan dipertandingkan. Dalam sayembara itu, Pangeran bertanding melawan pangeran-pangeran lain yang datang dari segenap penjuru negara Sakya, bahkan juga pangeran-pangeran dari Negara lain.

Semua pertandingan seperti naik kuda, menjinakkan kuda liar, menggunakan pedang, dan memanah ternyata dimenangkan oleh Pangeran. Khusus dalam hal memanah, Pangeran tidak ada tandingannya. Untuk membentangkan busur yang dipakai oleh Pangeran saja mereka tidak mampu karena busur itu besar dan berat, sehingga untuk membawanya ke tempat pertandingan harus di gotong oleh empat orang. Dengan mendapat sambutan yang meriah sekali dari para hadirin, Pangeran dinyatakan sebagai pemenang mutlak dari sayembara tersebut.

Dalam sebuah pesta besar yang kemudian diselenggarakan dan dihadiri oleh tidak kurang dari empat puluh ribu orang gadis cantik, pilihan Pangeran jatuh kepada seorang gadis bernama Yasodhara yang ada ikatan keluarga dengan Pangeran karena ia adalah anak pamannya yang bernama Raja Suppabuddha dari negara Devadaha dan bibinya, Ratu Amita (adik Raja Suddhodana).

Setelah Pangeran Siddhatta menikah dengan Putri Yasodhara, maka kekhawatiran Raja Suddhodana agak berkurang sebab Raja selalu ingat dengan ramalan dari pertapa Asita bahwa pangeran kelak akan menjadi Buddha. Dengan pernikahan ini, Raja berharap Pangeran akan lebih diikat kepada hal-hal duniawi. Sekarang tinggal menjaga supaya Pangeran jangan melihat empat peristiwa tentang kehidupan, yaitu orang tua, orang sakit, orang mati, dan pertapa suci.

Karena itu Raja memerintahkan pengawal-pengawalnya agar Pangeran dijaga jangan sampai melihat empat hal tersebut. Apabila ada dayangnya yang sakit maka dayang itu akan segera disingkirkan. Semua dayang dan pengawalnya adalah orang-orang muda belia. Selanjutnya Raja memerintahkan untuk membuat tembok tinggi mengelilingi istana dan kebun dengan pintu-pintu yang kokoh kuat, dan dijaga siang dan malam oleh orang-orang kepercayaan Raja.

Dengan demikian Pangeran Siddhatta dan Putri Yasodhara memadu cinta di tiga istananya yang mewah sekali dan selalu dikelilingi oleh penari-penari dan dayang-dayang yang cantik-cantik
Raja merasa puas dengan apa yang telah dikerjakannya dan berharap bahwa Pangeran kelak dapat menggantikannya sebagai Raja negara Sakya.
Unknown Web Developer

Morbi aliquam fringilla nisl. Pellentesque eleifend condimentum tellus, vel vulputate tortor malesuada sit amet. Aliquam vel vestibulum metus. Aenean ut mi aucto.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar