Senin, 29 Agustus 2016

Cerita benar tentang KARMA (based on true story):




Satu ketika ada 1 keluarga yang kaya raya dan suka berdana, walau hubungan mereka baik dgn org sekitar, kekayaan mereka yang berlimpah tetap menarik perhatian bagi sebagian orang yg iri hati pada kekayaan mereka.

Satu ketika kumpulan orang-orang iri hati ini berkomplot menyusun rencana merampok keluarga kaya tersebut. Mereka berhasil membujuk seorang pekerja rumah tangga untuk bersedia memberi mereka akses masuk untuk memuluskan aksi mereka merampok.

Di hari yang ditentukan, perampokanpun terjadi. Saat mereka telah mengambil semua harta benda dan barang2 berharga, mereka sepakat untuk membunuh semua anggota keluarga kaya ini, kemudian membakar rumah mereka untuk menghilangkan barang bukti. Namun terdapat 1 perampok keberatan dengan ide itu.

"Tidak perlu membunuh mereka sekeluarga, bukankah kita hanya ingin hartanya saja?" Namun karena ia sendirian, suaranya tidak di dengar. Komplotan perampok lebih setuju dengan rencana pembunuhan untuk menghilangkan barang bukti.

Pembunuhanpun terjadi, semua anggota keluarga tersebut mati tidak bersisa. Kemudian mayat mereka diguyur minyak tanah dan dibakar bersama rumah yang telah kosong dirampok. Si perampok yang keberatan membunuh, pergi dengan pembagian hasil rampokannya tanpa ikut membunuh.

Kejadian ini diketahui masyarakat sekitar sebagai musibah kebakaran saja, tidak ada bukti dan saksi yang mengarahkan ke kejadian perampokan dan pembunuhan yang sebenarnya. Dan komplotan perampok tersebut melanjutkan hidup mereka dengan menikmati hasil rampokannya. The end...

Pada kehidupan yang berbeda, ada sebuah mini bus yang mengangkut serombongan kecil turis Cina mengalami sebuah kecelakaan. Beritanya tersebar sampai ke seluruh negeri karena terdapat kejadian aneh dari kecelakaan tsb.

Mini bus tersebut menabrak sebuah becak yang mengangkut minyak tanah di area jalan perbukitan dan MELEDAK! Si penarik becak meninggal terbakar, seisi bus juga meninggal terbakar. Tapi supir busnya selamat. Supir bus tersebut mengalami luka bakar yang cukup parah, tapi ia bertahan hidup.

Orang2 bertanya2, bagaimana bisa si supir yang duduk di bagian depan yang terbakar duluan bisa bertahan hidup sementara orang2 yang ia bawa dalam bus tidak ada yang selamat dari kecelakaan tersebut? Bukankah itu keajaiban?

Kisah ini banyak diperbincangkan dan di bahas dalam artikel2 yg dimuat di koran. Ternyata si tukang becak sedang tergesa-gesa mengantarkan minyak tanah pesanan tuan tanah setempat, sementara mini bus datang dari arah berlawanan jalan menikung, sehingga tabrakanpun terjadi. Minyak tanah yang terhambur menyebabkan ledakan api berakibat kematian masal.

Tapi bagaimana bisa si supirnya selamat? Semua orang menerka-nerka dan berspekulasi, saking penasarannya seorang "Cenayang" terkenal dimintai keterangan...

Dan terungkaplah hutang piutang mereka di kehidupan lampau...

*Si tukang becak adalah pembantu rumah tangga yang memberi akses pada kawanan perampok sehingga mereka berhasil menjalankan aksinya,
*tuan tanah yang memesan minyak tanah adalah keluarga kaya korban perampokan dan pembunuhan,
*Sekelompok turis yang mati terbakar dalam mini bus adalah kawanan perampok yang membunuh dan membakar keluarga kaya, dan si supir bus yang selamat adalah perampok yang menolak melakukan pembunuhan pada keluarga kaya tersebut*.

Semua benar-benar mendapat "bagian-bagiannya masing-masing.

Tapi tahu gak sich bagian yang paling menarik dari cerita ini?

Si keluarga kaya korban perampokan TIDAK (perlu/sedang) berupaya membalas dendam pada pembunuh mereka. Di kehidupan ini mereka 'hanya' sedang memesan sejumlah besar minyak tanah untuk keperluan bisnis mereka yang sialnya menyebabkan kecelakaan yang menewaskan banyak orang.

Tapi karma pembalasannya tetap berjalan...

Jadi teman, setelah membaca kisah ini, MARI KITA MELANJUTKAN HIDUP KITA DENGAN PENUH SUKA CITA DAN HATI RIANG, tidak perlu repot membuang waktu, pikiran dan tenaga 'membalas' perlakuan buruk dari orang-orang iseng di sekitar anda. karena CEPAT/ LAMBAT mereka akan memetik hasilnya.
Unknown Web Developer

Morbi aliquam fringilla nisl. Pellentesque eleifend condimentum tellus, vel vulputate tortor malesuada sit amet. Aliquam vel vestibulum metus. Aenean ut mi aucto.

Pikiran Batu




Seorang Master Zen dari Tiongkok bernama Hogen tinggal sendirian di sebuah kuil kecil di negeri itu. Suatu hari, datanglah empat bhiksu yang mampir di daerah tersebut dalam perjalanan mereka. Para bhiksu itu bertanya apakah mereka bisa membuat api di halaman rumah Master Hogen untuk menghangatkan diri mereka.

Ketika mereka membuat api, Hogen mendengar mereka ber-argumen tentang subjektivitas dan objektivitas. Beliau menghampiri mereka dan berkata: “Di sini ada sebongkah batu besar. Menurut Anda, batu ini ada di dalam atau di luar pikiran Anda?”


Salah satu bhiksu menjawab: “Menurut Buddhisme, segala sesuatu merupakan perwujudan pikiran. Jadi, jawaban saya adalah: batu itu ada di dalam pikiran saya.”

“Jika Anda terus membawa batu dalam pikiran Anda,” Master Hogen mengamati bhiksu tersebut sejenak, “Kepala Anda pasti terasa sangat berat.”

The Stone Mind

Hogen, a Chinese Zen teacher, lived alone in a small temple in the country. One day four traveling monks appeared and asked if they might make a fire in his yard to warm themselves.

While they were building the fire, Hogen heard them arguing about subjectivity and objectivity. He joined them and said: "There is a big stone. Do you consider it to be inside or outside your mind?"

One of the monks replied: "From the Buddhist viewpoint everything is an objectification of mind, so I would say that the stone is inside my mind."

"Your head must feel very heavy," observed Hogen, "if you are carrying around a stone like that in your mind."
Unknown Web Developer

Morbi aliquam fringilla nisl. Pellentesque eleifend condimentum tellus, vel vulputate tortor malesuada sit amet. Aliquam vel vestibulum metus. Aenean ut mi aucto.

Riwayat Yang Arya Nagarjuna - Bagian 3 (Akhir)




Dalam mengajarkan Mahaprajnaparamita Sutra, ia menyadari tidak semua orang mampu menangkap makna yang sesungguhnya. Oleh karena itu ia mendirikan ajaran Jalan Tengah yang menonjolkan tentang kesunyataan (kekosongan). Ia mengarang 6 sifat kebijakan berdasarkan logika yang diambil dari sabda-sabda Hyang Buddha.

Setelah masa itu, Nagarjuna berdiam di gunung Urisa yang ada di utra. Ia ditemani oleh 1000 orang muridnya hingga beberapa orang muridnya mencapai tingkat siddhi Mahamudra. Setelah itu ia berjalan ke utara, ke Kurava. Sebelum sampai Nagarjuna tiba di kota Salamana. Dimana ia bertemu seorang anak yang bernama Jetaka. Dari garis tangannya Nagarjuna tahu suatu hari anak muda ini akan menjadi raja. Begitulah yang terjadi, setelah bertahun-tahun mengajarkan Dharma di Kurava, suatu hari anak muda yang dulu ditemuinya kini telah menjadi raja. Raja muda itu memberi banyak permata sebagai tanda penghormatan kepada Nagarjuna. Untuk membalas kebaikan raja, Nagarjuna memberinya permata paling berharga yaitu: Dharma. Nagarjuna memberikan Trisarana dan memberi beliau nama Buddhis yaitu Ratnavali.

Setelah merasa tugasnya di utara selesai, Nagarjuna berjalan ke arah sebaliknya di selatan. Di selatan inilah Nagarjuna menyelesaikan sutra Dharmadhatu Stava. Beliau juga dengan tekad yang tinggi, memutar roda Dharma di selatan. Hingga saat itu, Nagarjuna telah memiliki banyak karya Dharma yang terbagi atas 3 kategori, yaitu:
koleksi Dharma desana dan karangan seperti : Ratnavali, Surlekha, Prajna Sataka, Prajna Danda, dan Janaposana Bindu.
koleksi sutra penghormatan keagungan seperti: Dharmadhatu Stava, Lokatita Stava, Acintya Stava dan Paramatha Stava
koleksi karangan pemahaman dan pemikiran logika seperti: Mulamadhyamika Karika, dan lainnya.
Nagarjuna banyak menulis ulasan risalah tentang sutra dan mantra, menjelaskan, mendeskripsikan, membabarkan banyak ajaran Hyang Buddha, layaknya seorang Manusi Buddha turun kembali ke bumi.

Nagarjuna juga dikenal sebagai guru Dharma yang mencetuskan 3 proklamasi Dharma. Yang pertama adalah ketika beliau dengan berani menegakkan vinaya yang sebenarnya bagi para Sangha di Vihara Nalanda sekaligus meniadakan dan membetulkan aturan vinaya yang salah. Sebuah catatan menyebutkan Nagarjuna laksana Hyang Tatthagata ketika pertama kali memutar roda Dharma yang pertama kali. Kedua ketika beliau memberikan penjelasan yang terperinci mengenai konsep jalan tengah, baik secara lisan dalam pembabaran Dharmadesana, maupun dalam tulisan melalui karya-karya risalahnya. Ketiga ketika ia berada di selatan mendedikasikan diri membuat ulasan serta sutra penghormatan keagungan.

Dalam salah satu catatan biografi Tibet mengenai seorang raja bernama Gautamaputra disebutkan bahwa ketika ia telah naik tahta, ia membutuhkan seorang penasihat spiritual. Dalam kebimbangan kriteria pemilihan, entah bagaimana dikatakan bahwa ia bertemu dengan seorang yang meminta nasihat. Orang tersebut menyebutkan kriteria penasihat spiritual adalah orang selalu bertindak bijaksana serta dalam keadaan bahaya sekalipun selalu menjunjung tinggi nilai cinta kasih. Dan orang itu menyebutkan contoh seperti dirinya yang menyetujui kepalanya dipenggal dengan sabit pemotong rumput. Hal itu dikarenakan adalah buah karma masa lampaunya yang telah tanpa sengaja memotong makhluk hidup dengan sabit.

Agama Buddha Vajrayana mengakui Nagarjuna sebagai “Buddha Kedua”. Nagarjuna menyebutkan kerancuan Budhisme Selatana dan Utara yang terjadi pada waktu itu dengan pikiran, pemahaman logika, dan berdasarkan panduan sutra yang ada. Ia memberikan pemahaman melalui jalan tengah dan konsep kesunyataan dan bahwa semua adalah Dharma.

Biografi asli Nagarjuna, pertama kali diterjemahkan dalam dua versi, bahasa Mandarin dan Tibet. Di dalamnya terdapat banyak pengalaman Nagarjuna yang mengetengahkan kesaktian dan kemampuannya, yang sebagian proporsinya berbau mistik. Bagaimanapun, penggabungan catatan sejarah, cerita legenda yang beredar, penggabungan tulisan-tulisan beliau maupun sutra dan catatan lainnya, tekad beliau dalam memutar roda Dharma, tak dapat disangkal lagi, dalam kehidupannya, beliau adalah seorang Dharma Duta dan Bhiksu Buddhis yang luar biasa.

Sumber: Seberkas Sinar Dharma
Unknown Web Developer

Morbi aliquam fringilla nisl. Pellentesque eleifend condimentum tellus, vel vulputate tortor malesuada sit amet. Aliquam vel vestibulum metus. Aenean ut mi aucto.

Riwayat Yang Arya Nagarjuna - Bagian 2




Dalam rangka memperingati HUT dari Yang Arya Nagarjuna (Lunar tanggal 24 bulan 07) yang jatuh pada hari Jumat, 26 Agustus 2016, Cetya Tathagata Jakarta akan memberikan sekilas mengenai sejarah dari Nagarjuna yang akan terbagi menjadi 3 artikel.

Riwayat Yang Arya Nagarjuna - Bagian 2

Pada usia delapan tahun, ia mulai mempelajari teks-teks Budhisme dan Dharma. Suatu hari kembali dan meminta ijin pada orang tuanya untuk menjadi Sangha. Ia kemudian dikenal sebagai Bhiksu Srimanta. Bhikkhu Srimanta mendapat kesempatan menjumpai seorang guru bernama Ratna Mati, beliau adalah manifestasi dari Manjusri Bodhisattva.

Pada suatu waktu, bahaya kelaparan berkepanjangan di Magadha terjadi, mengakibatkan populasi turun drastis. Kepala vihara, Bhiksu Bhadra Rahula Sthavira menyuruh Bhiksu Srimanta untuk meminta ajaran kimia kepada seorang Brahmana. Ia memberikan dua lembar daun dari kayu cendana. Yang satu harus dipegang di tangan dan yang satu harus diletakkan di sepatu. Lalu pergilah ia menemui Brahmana yang dimaksud untuk mendapatkan “Resep Mujarab” yang dapat merubah besi menjadi emas.

Brahmana tersebut terkejut karena seseorang harus memiliki keahlian khusus baru dapat ke tempatnya. Brahmana itu mengatakan, “Pengetahuan dibalas dengan pengetahuan atau harus dibayar dengan emas”. “Baiklah”, jawab Bhiksu Srimanta, “Kita harus saling bertukar pengetahuan.” brahmana yang tertarik segera memberikan instruksi untuk kembali ke Magadha. Sesuai petunjuk Brahmana tersebut, beberapa cairan kimia dituangkan ke besi dan berubah menjadi emas.

Setelah kejadian itu, Bhiksu Srimanta yang tadinya menjadi pelayan para bhiksu menjadi pelayan ketua Vihara Nalanda. Dalam waktu singkat ia menemukan banyak anggota Sangha yang memiliki moral yang buruk. Ia mengeluarkan 8000 bhiksu dan sramanera. Pada masa itu terdapat seorang bhiksu yang bernama Samkara yang mengajarkan ajaran yang salah. Ia mengeluarkan sebuah kitab yang disebut sumber pengetahuan. Kitab tersebut berisi 12.000 ayat yang menyudutkan doktrin Mahayana. Dengan kepandaian dan logika, Bhiksu Srimanta melawan semua ayat itu. Ia juga menunjukkan kitab-kitab lain yang tidak sesuai dengan ajaran Mahayana. Srimanta juga bertemu dengan 500 mahasiswa nonbuddhis di Jatasamghata, mengadakan debat dengan mereka dan tidam mematahkan semua uraian yang salah pengertian tentang Mahayana.

Berikutnya, Bhiksu Srimanta rajin mempelajari Tripitaka ketika suatu hari datanglah dua anak muda penjelmaan dari putra naga Taksala. Kedua putra naga itu mengundang Srimanta ke istana mereka untuk mengambil kitab yang telah disimpan Hyang Buddha selama 500 tahun di dasar laut. Berisi ceramah-ceramah Hyang Buddha baik yang tersurat maupun yang tersirat, untuk manusia yang telah banyak berbuat akusala karma. “karena saya sudah disini, mohon serahkan sutra Mahaprajnaparamita Sutra yang terdiri d dari 10.000 ayat. Saya akan segera kembali ke dunia”. Kata Srimanta. Namun raja naga hanya memberikan 8000 ayat.

Setelah itu, ia menyebarkan ajaran Mahayana lebih giat lagi. Sampai suatu hari ketika ia memberikan khotbah Dharma di sebuah taman vihara dibawah pohon arjuna, enam ekor naga membentuk badan mereka menjadi sebuah payung yang melindunginya dari terik matahari. Orang-orang yang melihat mengira beliau adalah raja naga, memanggilnya “Nagarjuna”. Nagarjuna membangun banyak vihara dan sekitar 180 stupa untuk menempatkan relik Hyang Buddha di Magadha, Sravasta, Saketa, Campaka, Varanasi, Rajagraha dan Vaisali.
 
Unknown Web Developer

Morbi aliquam fringilla nisl. Pellentesque eleifend condimentum tellus, vel vulputate tortor malesuada sit amet. Aliquam vel vestibulum metus. Aenean ut mi aucto.

Riwayat Yang Arya Nagarjuna - Bagian 1




Nagarjuna merupakan seorang Brahmana yang lahir di India Selatan di kota Vidarbha (yang berarti tanah pohon palem) pada tahun 150 M, sekitar 400 tahun sesudah Hyang Buddha Mahaparinibbana.


Nagarjuna merupakan ahli sastra dan filsafat, pembabar Dharma, penulis sutra, pendiri sekte jalan tengah atau yang lebih dikenal dengan Madhyamika. Nagarjuna merupakan tokoh penting dalam perkembangan agama Buddha, setelah para murid langsung Hyang Buddha Parinibbana. Beliau membawa pengaruh besar kepada Buddhisme di China dan Jepang sehingga berkembang sangat pesat, memperkenalkan praktek Dharma dengan sederhana. Pada masa Madhyamika inilah gerakan Mahayana timbul secara nyata. Merubah tujuan dari Arahat menjadi Bodhisattva dan Samyak Sambuddha.

Brahmana tersebut sebelumnya tidak memiliki putra. Suatu hari Brahmana tersebut bermimpi bahwa ia akan memiliki putra bila ia memberi persembahan kepada 100 Brahmana lainnya. Akhirnya sepuluh bulan kemudian putranya lahir.

Seorang peramal mengatakan bahwa bayi ini hanya akan bertahan hidup selama 7 hari, kecuali bila orangtuanya mau memberi persembahan kepada 100 orang bhikkhu maka putra mereka akan hidup selama 7 tahun. Setelah anak itu berumur hampir 7 tahun, orang tuanya yang tak tega melihat kematiannya membawa dia pergi dari kota bersama beberapa pelayan. Selama perjalanannya, beliau melihat Dewa Khasarpana (manifestasi dari Arya Avalokitesvara). Sejak kecil, Nagarjuna terkenal pintar, bijaksana, dan memiliki ingatan yang tajam. Ketika beranjak dewasa, ia mempelajari filsafat, sastra dan mantra-mantra.

Dalam perjalanannya, ia sampai ke sebuah vihara bernama Nalanda. Di vihara itu ia membacakan puisi dengan indah dan terdengar oleh bhikshu Saraha. Salah satu pelayannya menceritakan riwayat hidup anak kecil yang sangat menarik hati Saraha tersebut. Saraha mengatakan bila ia berjanji untuk melepaskan kehidupan duniawi dan rajin membaca mantra, maka ia akan berumur panjang. Anak kecil itu setuju dan mulai melatih membaca mantra mandala Amitabha Buddha serta mantra Dharani. Pada ulang tahunnya yang ke tujuh, ia masih tetap hidup.
Unknown Web Developer

Morbi aliquam fringilla nisl. Pellentesque eleifend condimentum tellus, vel vulputate tortor malesuada sit amet. Aliquam vel vestibulum metus. Aenean ut mi aucto.

KEMATIAN MENURUT AGAMA BUDDHA




Agama Buddha mengajarkan bahwa kematian bukanlah akhir dari segalanya. Kematian hanyalah satu fase peralihan antara hidup yang sekarang dengan kehidupan dalam tumimbal lahir yang baru.

Menurut agama Buddha pun, hidup tidak hanya sekali. Adanya silkus lahir dan kematian, bagaikan siang dan malam. Kematian bukanlah akhir, karena seketika itu pula berlanjut pada kelahiran kembali. Melalui lahir dan kematian dari alam yang satu ke alam yang lain, ataupun kembali ke alam yang sama, para mahluk menjalani lingkaran tumimbal lahir.


Buddha mengatakan, ”Sesuai dengan karmanya mereka akan ber-tumimbal lahir dan dalam tumimbal lahirnya itu mereka akan menerima akibat dari perbuatannya sendiri. Karena itu Aku menyatakan: semua makhluk adalah ahli waris dalam perbuatannya sendiri” (A.V, 291).

A. PROSES PENGHANCURAN BADAN JASMANI DAN ROHANI

Terurainya 4 elemen besar dimulai dari unsur tanah. Unsur tanah akan turun ke unsur air, yang menyebabkan badan terasa sesak, seakan-akan menanggung beban yang sangat berat, seluruh otot terasa kaku dan kram. Pada saat ini dianjurkan agar sanak keluarga tidak menyentuh atau memijatnya, karena akan menambah penderitaan jasmaninya.

Setelah itu unsur air akan turun ke unsur api, yang menyebabkan seluruh tubuh bagaikan diselimuti oleh hawa dingin yang amat sangat, beku dan sakit bukan kepalang. Dan dilanjutkan dengan turunnya unsur api ke unsur angin yang mengakibatkan rasa sakit bertambah hebat, seluruh badan terasa panas bagaikan terbakar. Elemen terakhir yang terulang adalah unsur angin, badan rasanya seperti terselimuti oleh angin kencang, tercerai berai dan hancur lebur. Saat ini 4 elemen besar telah berpisah, badan jasmani tak dapat dipertahankan lagi. Inilah yang disebut kematian dalam ilmu kedokteran. Tetapi menurut teori Buddhis, indera ke-8 (Alajnavijnana) dari orang tersebut belum pergi, "Kana" nya belum boleh disentuh, yang meninggal masih dapat merasakan sakit, bahkan ada yang bisa mengeluarkan air mata, walaupun secara medis sudah dinyatakan meninggal.

B. 49 HARI PERJALANAN (ALAJNAVIJNANA)

Setelah seluruh 4 elemen besar terurai, maka indera ke-8 pun (Alajnavijnana) mulai meninggalkan badan jasmani, masa ini disebut masa medio (peralihan). Alajnavijnana yang sudah telepas dari badan jasmani disebut juga dengan istilah "tubuh medio".

Jangka waktu sebelum tubuh medio tumimbal-lahir ke alam yang lain adalah selama 49 hari (7 X 7 hari ). Menurut aliran Sukhavati dihitung sejak saat dia meninggal hingga hari ke 49. Sedangkan menurut aliran Tantrayana, setelah terlepas dari badan jasmani, badan medio akan pingsan dan baru sadar 3,5 – 4 hari sesudah hari kematiannya.

Sumber: Dutavira, Bhiksu, 1993. Perjalanan Kematian. Jakarta: Pustaka Mahayana
 
Unknown Web Developer

Morbi aliquam fringilla nisl. Pellentesque eleifend condimentum tellus, vel vulputate tortor malesuada sit amet. Aliquam vel vestibulum metus. Aenean ut mi aucto.

Senin, 22 Agustus 2016

Alam Setan Atau Peta dalam Ajaran Buddha




Dalam Agama Buddha dipercayai adanya 31 Alam Kehidupan / 31 Realms of Existence yang secara garis besarnya terbagi atas:

1. Empat Alam Kemerosotan (Apâyabhûmi)

2. Satu Alam Manusia (Manussabhûmi)
3. Enam Alam Dewa (Devabhûmi)
4. Enam Belas Alam Brahma Berbentuk (Rûpabhûmi)
5. Empat Alam Brahma Nirbentuk (Arûpabhûmi)


Alam Setan sendiri atau Alam Peta termasuk di dalam Empat Alam Kemerosotan yang di dalamnya terdiri atas empat alam yaitu:

1. Alam Neraka (Niraya)

2. Alam Binatang (Tiracchâna)

3. Alam Setan (Peta)

4. Alam Iblis (Asurakâya)


Alam Setan / Alam Peta terbentuk atas dua kosakata, yaitu "Pa" yang berarti "ke depan" / "menyeluruh", dan "Ita" yang berarti "telah pergi" / "telah meninggal".


Berbeda dengan makhluk yang berada di alam neraka yang menderita karena tersiksa, peta atau setan hidup sengsara karena kelaparan, kehausan

dan kekurangan. Kejahatan yang membuat suatu makhluk terlahirkan sebagai setan ialah pembunuhan, pemerkosaan, pencurian, penipuan dan lain sebagainya.


Seperti binatang, setan tidak mempunyai alam khusus milik mereka sendiri. Mereka berada di dunia ini dan bertinggal di tempat-tempat seperti hutan, gunung, tebing, lautan, kuburan, dan sebagainya. Beberapa jenis setan mempunyai kemampuan untuk menyalin rupa dalam wujud seperti dewa, manusia, pertapa, binatang, atau hanya menampakkan diri secara samar-samar seperti bayang-bayang gelap dan lain-lain.


Setan terbagi menjadi empat jenis, yakni:

1. Yang hidup bergantung pada makanan pemberian orang lain dengan cara penyaluran jasa dan sebagainya (Paradattupajîvika)

2. Yang senantiasa kelaparan, kehausan dan kekurangan (Khuppîpâsika)

3. Yang senantiasa terberangus (Nijjhâmataóhika)

4. Yang tergolong sebagai iblis atau makhluk yang suram (Kâlakañcika)


Jenis yang pertama itu dapat menerima penyaluran jasa karena mereka bertinggal di sekitar atau di dekat manusia, sehingga dapat mengetahui

pemberian ini dan ber-"anumodanâ" (menyatakan kenuragaan atas kebajikan yang diperbuat oleh makhluk lain). Apabila tak tahu dan tak ber-"anumodanâ", penyaluran jasa ini tidak dapat diterima. Orang yang pada saat-saat menjelang kematian mempunyai ke-31 kemelekatan yang amat kuat pada kekayaan, harta benda, sanak-keluarga, dan sebagainya sehingga niscaya akan terlahirkan di alam setan ini.



Unknown Web Developer

Morbi aliquam fringilla nisl. Pellentesque eleifend condimentum tellus, vel vulputate tortor malesuada sit amet. Aliquam vel vestibulum metus. Aenean ut mi aucto.

Dhammapada Ayat 61 - Kisah Murid Yang Tinggal Bersama Mahakassapa Thera




Ketika Mahakassapa Thera bersemayam dekat Rajagaha, beliau tinggal bersama dua orang bhikkhu muda. Salah satu bhikkhu tersebut sangat hormat, patuh, dan taat kepada Mahakassapa Thera. Tetapi bhikkhu yang satu lagi tidak seperti itu. Ketika Mahakassapa Thera mencela kekurang-taatan melaksanakan tugas-tugas murid yang belakangan, murid tersebut sangat kecewa. Pada suatu kesempatan, ia pergi ke salah satu rumah umat awam siswa Mahakassapa Thera, dan membohongi mereka bahwa Sang Thera sedang sakit. Ia mendapatkan beberapa makanan dari mereka untuk Mahakassapa Thera. Tetapi ia makan makanan tersebut di perjalanan.


Ketika Sang Thera menasehati tentang kelakuannya itu, bhikkhu tersebut menjadi sangat marah. Keesokan harinya ketika Mahakassapa Thera pergi keluar untuk berpindapatta, bhikkhu muda yang bodoh ini tidak ikut. Ia memecahkan tempat air dan kuali, serta membakar vihara. Seorang bhikkhu dari Rajagaha menceriterakan peristiwa itu kepada Sang Buddha, Sang Buddha mengatakan lebih baik Mahakassapa Thera tinggal sendirian daripada tinggal bersama orang bodoh.

Kemudian Sang Buddha membabarkan syair 61 berikut: Apabila dalam pengembaraan seseorang tak menemukan sahabat yang lebih baik atau sebanding dengan dirinya, maka hendaklah ia tetap melanjutkan pengembaraannya seorang diri. Janganlah bergaul dengan orang bodoh.

Bhikkhu dari Rajagaha tersebut mencapai tingkat kesucian sotapatti setelah khotbah Dhamma itu berakhir.
Unknown Web Developer

Morbi aliquam fringilla nisl. Pellentesque eleifend condimentum tellus, vel vulputate tortor malesuada sit amet. Aliquam vel vestibulum metus. Aenean ut mi aucto.

Alat-alat yang Biasanya Dipakai ketika Sedang Menjalankan Puja Bakti




Dalam pelaksanaan ritual khususnya dalam aliran Mahayana tentu mempunyai alat-alat yang biasanya dipakai ketikan sedang menjalankan Puja Bakti. Peralatan tersebut sangatlah penting dalam pelaksanaan Puja Bakti, karena itu merupakan salah satu bagian dari "ritual".

Peralatan sarana Puja Bakti tersebut antara lain adalah:

1. Da Gu (大鼓) yang merupakan alat dalam memimpin kebaktian yang berfungsi untuk menentukan cepat atau lambatnya pujian dan dapat membangkitkan semangat orang dalam memuliakan nama Buddha atau Bodhisattva. Alat ini berupa drum besar yang terbuat dari kayu dengan material yang biasanya dari bahan kulit kambing pada area yang dipukul dengan dua buah pemukul dari kayu.


2. Da Qing (大磬) / Large Bell yang biasanya berbentuk seperti mangkuk terbuat dari logam, alat ini digunakan untuk menandai bagian-bagian penting dalam pujian-pujian / pembacaan paritta dan juga sebagaj penanda ketika selesai melakukan meditasi karena suara yang dihasilkan Da Ching yang jernih dan agak bergema dapat mempengaruhi syaraf manusia.

3. Yin Qing (引磬) / Guiding Hand Bell adalah yang mempunyai fungsi untuk memberikan aba-aba pada saat Namaskara, pengiring pada saat lagu penyesalan, kemudian juga sebagai pengiring dalam pujian dan pembacaan mantra-mantra. Alat ini berasal dari Tiongkok.

4. Mu Yi (木魚) / Wooden Fish yang mempunyai fungsi sebagai pedoman atau pengatur tempo pada saat pembacaan sutra atau mantra agar dilakukan dengan serempak. Melambangkan kesadaran / perhatian murni, bagaikan ikan yang tidur dengan mata yang terbuka. Berasal dari Tiongkok, kemudian ke Korea, Jepang, Taiwan dan Asia termasuk Indonesia.

5. Dang Zi (铛子) / Flat Tuned Bell yang berfungsi sebagai pelengkap dalam ritual. Tan Ce mempunyai bentuk seperti cermin dan pemakaian nya pun seperti sedang bercermin sehingga mempunyai filsafat manusia harus melihat dirinya sendiri dan memperbaiki setiap kekurangan yang dilakukan baik secara sengaja maupun tidak sengaja.

Dari pendapat di atas, maka alat-alat ritual Mahayana sebagai pembangkit semangat dan melatih konsentrasi untuk meningkatkan perhatian terhadap pikiran. Alat-alat dalam ritual juga mempengaruhi kesakralan dalam ritual jika menggunakanya penuh dengan konsentrasi dan perhatian.
'1. Da Gu (大鼓)'
Unknown Web Developer

Morbi aliquam fringilla nisl. Pellentesque eleifend condimentum tellus, vel vulputate tortor malesuada sit amet. Aliquam vel vestibulum metus. Aenean ut mi aucto.

Kematian Menurut Pandangan Buddhis




Jika terdapat satu hal yang pasti dalam hidup ini, maka hal itu tidak lain adalah bahwa kita semua akan mengalami yang namanya kematian, tergantung pada suatu proses waktu yang sulit untuk dipahami. Untuk sebagian orang kematian mungkin sesuatu yang “tabu” atau bukanlah sesuatu yang menyenangkan untuk di bicarakan ataupun dipikirkan, karena sesungguhnya tanpa dipikirkan, kematian itu sendiri pastinya akan datang. Ada beberapa orang yang terkalahkan oleh rasa takut akan kematian sehingga mereka sangatlah sulit untuk memiliki energi atau semangat untuk hidup terlebih pada saat mengalami sakit. Ketakutan akan kematian adalah suatu bentuk keadaan pikiran yang tidak sehat.

Kematian dalam ajaran Buddhis biasa disebut lenyapnya indra vital terbatas pada satu kehidupan tunggal dan bersamaan dengan fisik kesadaraan proses kehidupan. Kematian merupakan transformasi arus kesadaran seseorang yang terus mengalir dalam satu bentuk kehidupan ke bentuk kehidupan yang lain. Hal ini dapat disebabkan oleh kebodohan batin ataupun kemelekatan. Pada akhir kehidupan fisik, pada saat bersamaan terdapat pemutusan hubungan antara proses mental dan tubuh, yang dengan cepat fisik akan mengalami kelapukan. Tetapi kelahiran lagi dengan cara yang tepat terjadi dengan segera pada beberapa alam kehidupan. Dalam buddhis tidak dikenal adanya sosok entitas abadi yang “mungkin” juga kita kenal sebagi roh abadi yang tidak bertransformasi ataupun satu sosok entitas kehidupan tunggl.

Kematian dalam pandangan Buddhis bukanlah akhir dari segalanya, namun kematian berarti putusnya seluruh ikatan yang mengikat kita terhadap keberadaan kita yang sekarang. Semakin kita dapat tidak terikat pada dunia ini dan belenggunya, akan semakin siap kita dalam menghadapi kematian dan pada akhirnya akan semakin dekat kita pada jalan menuju “keadaan tanpa kematian”. Dalam Buddhis, sesungguhnya kematian tidak dapat dipisahkan dari kelahiran, dan juga sebaliknya dimana setiap yang mengalami kelahiran akan juga mengalami kematian.

Dalam literatur medis dapat dikatakan bahwa kematian otak adalah kematian manusia. Kriteria kematian otak yang dapat diterima adalah kematian pada batang otak. Batang otak berada di bagian bawah otak manusia. Fungsi batang otak berkaitan dengan pengaturan pernafasan, detak jantung, dan tekanan darah. Secara umum dalam tradisi Buddhis menyepakati bahwa kematian dalam ajaran Buddha tidak ditentukan semata-mata oleh faktor fisik. Faktor batin yang mencakup kesadaran dianggap berperan sebagai faktor utama kematian.

Menurut ajaran Buddha ada empat penyebab kematian:
1. Habisnya masa hidup (ayukkhaya)
2. Habisnya tenaga karma atau akibat perbuatan penyebab kelahiran serta perbuatan pendukung (kammakkhaya)
3. Habisnya usia sekaligus akibat perbuatan (ubhayakkhaya)
4. Kecelakaan, bencana atau malapetaka (upacchedaka)

Perumpamaan yang tepat untuk menggambarkan empat penyebab kematian tersebut berturut-turut adalah bagaikan pelita yang padam akibat habisnya sumbu, habisnya bahan bakar, habisnya sumbu serta bahan bakar, dan karena angin. Perenungan akan kematian memberikan manfaat yang sangat besar kepada siapapun baik ketika masih hidup maupun ketika mendekati ajal.

Buddha mengatakan ada lima hal yang harus sering direnungkan oleh siapapun:
“Usia tua mendatangiku, aku tidak dapat terhindar dari usia tua. Sakit dapat mendatangiku aku tidak dapat terhindara dari sakit. Kematian mendatangiku aku tidak dapat terhindar dari kematian. Aku adalah hasil dari perbuatan-perbuatanku. Perbuatan adalah sumber, asal muasal dan landasan. Perbuatan apapun yang kulakukan, baik ataupun buruk, itulah yang akan aku warisi”. (Anguttara Nikaya III, 71)

Bentuk perenungan kematian diberikan oleh sang Buddha dalam Sutta Nipata 574-581:
“Hidup di dunia ini tidak dapat diramalkan dan dipastikan.
Hidup adalah sulit, singkat, dan penuh dengan penderitaan.
Karena dilahirkan, orang harus mati.
Inilah sifat dunia.
Dengan usia tua, ada kematian.
Inilah sifat segala hal ketika buah telah masak, buah itu dapat jatuh dipagi hari.
Demikan pula, sesuatu yang terlahir dapat mati pada saatnya.
Bagaikan semua periuk yang dibuat oleh semua ahli tembikar akan berakhir dengan terpecahkan, begitu pula dengan kehidupan dari semua yang terlahirkan.
Tidak muda maupun tua, bodoh maupun bijaksana akan terlepas dari perangkap kematian, semuanya menuju kepada kematian. Mereka dikuasai oleh kematian.
Mereka melanjutkan perjalanan ke dunia lain.
Seorang ayah tidak dapat menyelamatkan anak maupun anggota keluarganya.
Lihatlah! Dengan disaksikan oleh sanak keluarga, disertai air mata dan ratap tangis, manusia dibawa satu persatu, bagaikan sapi menuju ke penyembelihan.
Maka, kematian dan usia tua merupakan bagian yang alami dari dunia.
Jadi, orang bijaksana tidak akan berduka cita, dengan melihat sifat dunia.”
Unknown Web Developer

Morbi aliquam fringilla nisl. Pellentesque eleifend condimentum tellus, vel vulputate tortor malesuada sit amet. Aliquam vel vestibulum metus. Aenean ut mi aucto.

Dhammapada Ayat 60 - Kisah Seorang Pemuda




Suatu hari Raja Pasenadi dari Kosala sedang berjalan-jalan di kota. Secara tidak sengaja beliau melihat seorang wanita muda berdiri dekat jendela rumahnya dan beliau langsung jatuh cinta. Raja mencoba untuk menemukan berbagai cara dan kesempatan untuk mendapatkannya. Setelah mengetahui bahwa wanita muda itu telah menikah, raja memanggil suami wanita muda tersebut dan dijadikan pelayan di istana. Suatu ketika raja memerintahkan suami wanita muda itu untuk melakukan suatu pekerjaan yang sangat sulit.

Pemuda itu diperintahkan untuk pergi ke suatu tempat, satu yojana (dua belas mil) jauhnya dari Savatthi, serta membawa pulang beberapa bunga teratai Kumuda dan sedikit tanah merah yang dikenal dengan nama Arunavati, tanahnya Naga, dan kembali ke Savatthi pada sore yang sama, pada waktu raja mandi. Tujuan raja adalah untuk membunuh suami wanita muda tersebut jika ia gagal kembali pada waktu yang telah ditentukan, dan mengambil wanita muda itu sebagai istrinya. Pemuda itu mengambil ransum makanan dari istrinya dengan tergesa-gesa, dan segera berangkat untuk melaksanakan perintah raja.

Di perjalanan, pemuda itu membagi bekal makanannya kepada seorang pengembara. Dia juga melemparkan sedikit nasi ke dalam air dan berteriak: “O, makhluk-makhluk penjaga dan naga-naga penghuni sungai ini! Raja Pasenadi telah menyuruhku untuk mengambil beberapa bunga teratai Kumuda dan tanah merah Arunavati untuk beliau. Hari ini aku telah membagi makananku dengan seorang pengembara; aku juga memberi makanan buat ikan-ikan di sungai; sekarang aku juga membagi manfaat perbuatan baikku yang telah aku lakukan hari ini denganmu. Berilah aku bunga teratai Kumuda dan tanah merah Arunavati”.

Raja Naga mendengarnya. Dengan menyamar sebagai orang tua memberikan bunga teratai dan tanah merah yang diharapkan. Sore hari Raja Pasenadi yang cemas seandainya pemuda tersebut datang kembali tepat pada waktunya telah memerintahkan untuk menutup gerbang kota lebih awal. Setelah mengetahui bahwa pintu gerbang kota telah ditutup maka pemuda tadi meletakkan tanah merah pada dinding kota dan menempelinya dengan bunga teratai.

Kemudian dia menyatakan dengan keras: “O, para warga kota! Jadilah saksiku! Hari ini aku telah memenuhi tugasku tepat pada waktunya seperti yang telah diperintahkan oleh raja. Raja Pasenadi, tanpa ada keadilan, merencanakan untuk membunuhku”.

Setelah itu pemuda tadi menuju Vihara Jetavana untuk mencari perlindungan dan menghibur dirinya di tempat yang penuh kedamaian tersebut. Di lain pihak Raja Pasenadi yang digoda oleh nafsu seksualnya, tidak dapat tidur, dan terus memikirkan bagaimana menyingkirkan suami wanita muda itu dan memperistrinya. Tengah malam beliau mendengar suara-suara aneh; yang sesungguhnya merupakan suara-suara yang menyayat hati dari empat makhluk menderita di alam Lohakumbhi Niraya. Sang Raja sangat ketakutan mendengar suara-suara yang mengerikan tersebut.

Keesokan paginya Raja Pasenadi mengunjungi Sang Buddha, seperti yang disarankan oleh Ratu Mallika. Kemudian Sang Buddha menjelaskan tentang empat suara yang didengar raja pada malam hari, Beliau mengatakan bahwa suara-suara itu merupakan suara-suara empat makhluk, yang merupakan putra dari seorang hartawan yang hidup pada masa Buddha Kassapa, dan sekarang mereka menderita di Lohakumbhi Niraya sebab mereka telah melakukan perzinahan dengan istri-istri orang lain. Raja akhirnya menyadari perbuatan buruk dan akibat yang akan diperoleh.

Raja berjanji tidak akan menginginkan istri orang lain lagi. “Kejadian itu sama dengan nafsu keinginanku untuk memiliki istri orang lain yang membuatku tersiksa dan tidak dapat tidur”, pikir beliau.

Kemudian Raja Pasenadi mengatakan kepada Sang Buddha, “Bhante, sekarang saya menyadari bagaimana lamanya malam untuk seseorang yang tidak dapat tidur”.

Pemuda tadi juga mengatakan, “Bhante, saya telah melakukan perjalanan penuh satu yojana kemarin, saya juga mengetahui bagaimana panjangnya satu yojana bagi seseorang yang lelah”.

Sang Buddha kemudian membabarkan syair 60 dengan menggabungkan kedua pernyataan di atas seperti berikut ini: Malam terasa panjang bagi orang yang berjaga, satu yojana terasa jauh bagi orang yang lelah; sungguh panjang siklus kehidupan bagi orang bodoh yang tak mengenal Ajaran Benar.

Pemuda tersebut mencapai tingkat kesucian sotapatti setelah khotbah Dhamma itu berakhir.
Unknown Web Developer

Morbi aliquam fringilla nisl. Pellentesque eleifend condimentum tellus, vel vulputate tortor malesuada sit amet. Aliquam vel vestibulum metus. Aenean ut mi aucto.

Rabu, 17 Agustus 2016

KISAH 100 BUDDHA & BODHISATTVA (TIGA SUCIWAN SURGA SUKHAVATI) - MAHASTHAMAPRAPTA BODHISATTVA / DA SHI ZHI PHU SA / 大勢至菩薩 (BAGIAN 4 - AKHIR)




Dalam rangka memperingati HUT dari Mahasthamaprapta Bodhisattva yang jatuh pada hari ini, Senin tanggal 15 Agustus 2016 (Lunar tanggal 13 bulan 7), Cetya Tathagata Jakarta akan memberikan artikel mengenai Mahasthamaprapta Bodhisattva yang merupakan salah satu dari Tiga Suciwan Surga Sukhavati yang akan terbagi menjadi 4 artikel

Di negara atap dunia yaitu Tibet, Mahasthamaprapta lebih dikenal dengan nama Bodhisattva Vajrapani (Tibet: Chana Dorje, Chinese: Jin-gangshou Pusa). Sebagai emanasi dari Dhyani Buddha Akshobya, Vajrapani menempati posisi sebagai pemimpin keluarga Vajra. Bersama Avalokitesvara dan Manjusri, merupakan 3 bodhisattva utama tradisi Vajrayana yang melambangkan 3 aspek utama dari Bodhi (pencerahan) yaitu cinta kasih (mahamaitrikaruna), kebijaksanaan (mahaprajna) dan kekuatan (mahabala). Ketiga Bodhisattva tersebut juga menyimbolkan tubuh, ucapan dan pikiran para Buddha. Selain itu, dalam paham wilayah, Vajrapani adalah pelindung Mongolia, Manjusri pelindung dataran Tiongkok dan Avalokitesvara pelindung Tibet.


Selain sebagai Bodhisattva, Vajrapani juga merupakan Dharmapala (Pelindung Dharma). Ia adalah Dharmapala dari Sakyamuni Buddha dan selalu bersama Buddha (Abhyantaraparivara), layaknya Ananda. Dalam Sutra Astasahasrika Prajnaparamita dikatakan, “Maka sekarang, Vajrapani, Yaksha yang agung, terus menerus mengikuti bodhisattva yang teguh! Tidak tertandingi, Bodhisattva tidak dapat dikalahkan oleh manusia maupun hantu.” Demikian juga Sutra Lankavatara pun menyebutkan bahwa Buddha selalu diikuti oleh Vajrapani.

Selain itu, raja-raja seperti Raja Suchandra dari Shambhala dikenal sebagai emanasi Vajrapani. Guru Padmasambhava meramalkan bahwa Vajrapani akan beremanasi sebagai Raja Raipavhen dan sebagai seorang perempuan yaitu Konchok Paldron, putri dari Chokgyur Lingpa, Terton agung sekaligus nenek dari Tulku Urgyen Rinpoche. Jadi, Vajrapani atau Mahasthamaprapta tidak mewujudkan diri beliau di Tiongkok dan Jepang saja, namun juga di Tibet, India dan Shambala.

Dari berbagai bentuk tubuh penjelmaan yang ada, sebenarnya hanya satu hal yang diamanatkan oleh Mahasthamaprapta Bodhisattva kepada kita semua, yaitu tekunlah kita mengendalikan enam landasan indera dan berfokuslah pada pelafalan nama Buddha secara tiada henti, itulah kekuatan agung Bodhisattva Mahasattva. Itulah salah satu metode terbaik dalam membangkitkan kekuatan agung hakekat sejati kita.

Kekuatan agung itu bukan menjadi hak milik atau hak paten Bodhisattva Mahasthamaprapta atau para Bodhisattva Mahasattva dan Buddha, melainkan semua makhluk dapat mencapainya asal mampu menerapkan Dharma yang indah. Konsisten dalam Dharma, itulah kekuatan agung yang sejati.
 
Unknown Web Developer

Morbi aliquam fringilla nisl. Pellentesque eleifend condimentum tellus, vel vulputate tortor malesuada sit amet. Aliquam vel vestibulum metus. Aenean ut mi aucto.

KISAH 100 BUDDHA & BODHISATTVA (TIGA SUCIWAN SURGA SUKHAVATI) - MAHASTHAMAPRAPTA BODHISATTVA / DA SHI ZHI PHU SA / 大勢至菩薩 (BAGIAN 3)




Dalam rangka menyambut HUT dari Mahasthamaprapta Bodhisattva yang jatuh pada hari Senin tanggal 15 Agustus 2016 (Lunar tanggal 13 bulan 7), Cetya Tathagata Jakarta akan memberikan artikel mengenai Mahasthamaprapta Bodhisattva yang merupakan salah satu dari Tiga Suciwan Surga Sukhavati yang akan terbagi menjadi 4 artikel

Nama Mahasthamaprapta muncul dalam berbagai Sutra. Sutra Saddharmapundarika menyebutkan Mahasthamaprapta termasuk dalam kumpulan besar yang mendengarkan Dharma Buddha di Puncak Grdhakuta, Rajagriha. Sedangkan dalam Sutra Amitayur Dhyana, Buddha menjelaskan tentang Mahasthamaprapta sebagai berikut:

Buddha bersabda lagi: “Selanjutnya kita melaksanakan Vipasyana Bodhisattva Mahasthamaprapta! Ketahuilah, tinggi dan besar Bodhisattva ini sama dengan Bodhisattva Avalokitesvara. Lingkaran sinar empat penjuru masing-masing mencapai 125 yojana dan memancar sejauh 250 yojana. Seluruh tubuh memancarkan cahaya ungu keemasan yang juga menerangi 10 oenjuru alam, para makhluk yang berjodoh akan dapat melihatnya. O, Arya Ananda! Ketahuilah, asal dapat melihat cahaya yang terpancar dari satu pori saja, identik dengan melihat cahaya murni dan menakjubkan dari para Buddha di 10 penjuru! Karena itu, Bodhisattva Mahasthamaprapta juga disebut Bodhisattva Anantavamprabha (Cahaya Tanpa batas). Sebab cahaya dari satu pori itu sama seperti cahaya para Buddha yang tak terhitung banyaknya yang menyinari secara luas tiada batas. Seperti halnya Bodhisattva Avalokitesvara menyinari semua makhluk dengan cahaya kasih sayang dan welas asih, Bodhisattva ini menyinari segala tempat dengan cahaya kebijaksanaan, agar para makhluk dapat memiliki cahaya kekuatan tak terhingga yang dapat membebaskan diri dari penderitaan tiga alam rendah. Karena itu arti nama Bodhisattva Mahasthamaprapta adalah kekuatan dahsyat dari kebijaksanaan memenuhi sepuluh penjuru."

"Di atas mahkota Bodhisattva Mahasthamaprapta terdapat 500 teratai mustika. Di setiap teratai mustika terdapat 500 takhta mustika, setiap takhta menampakkan panjang dan lebar wilayah sepuluh puluhan penjuru Tanah Suci Mengagumkan dari para Buddha. Usnisa di dahi Bodhisattva Mahasthamaprapta seperti bunga teratai merah dan di atas usnisa itu terdapat sebuah kundika (botol mustika) yang berisikan cahaya kebijaksanaan, yang digunakan untuk menyelamatkan semua makhluk. Tanda-tanda agung lainnya tidak berbeda dengan Bodhisattva Avalokitesvara."

"Ketika Bodhisattva Mahasthamaprapta mengayunkan langkah, sepuluh penjuru alam akan bergetar, dan pada setiap tempat yang bergetar di masing-masing alam itu muncullah 500 koti bunga teratai mustika. Setiap teratai mustika itu tampak anggun dan agung. Keagungannya mirip alam Sukhavati! Saat Bodhisattva Mahasthamaprapta duduk, tanah tujuh permata di Alam Sukhavati akan terlebih dulu bergoyang, lalu menyebar hingga Tanah Buddha di bagian bawah yaitu Negeri Buddha Suvarnaprabha. Di antara dua alam Buddha tersebut tertampak Nirmanakaya (Badan penjelmaan) dari Buddha Amitayus (Buddha Amitabha), Bodhisattva Avalokitesvara dan Bodhisattva Mahasthamaprapta yang tak terhitung jumlahnya. Kesemuanya berkumpul di Alam Sukhavati, memenuhi seluruh langit, dan duduk bersila di atas takhta teratai, membabarkan Dharma yang menakjubkan dan dalam maknanya demi menyelamatkan para makhluk yang menderita. Metode tersebut disebut Vipasyana Bodhisattva Mahasthamaprapta”, juga dinamakan Vipasyana ke sebelas.”

Dikisahkan dalam Sutra Shurangama, Mahasthamaprapta mencapai pencerahan melalui pengendalian landasan indera dan pelafalan nama Buddha secara tiada henti sehingga mencapai kondisi Samadhi. Sesepuh ke-13 tradisi Tanah Suci (Sukhavati), Master Yin-guang (1861-1941), menetapkan Dashizhi Pusa Nianfo Yuantong Zhang (Bab Bodhisattva Mahasthamaprapta Melafalkan Nama Buddha secara Sempurna dan Tiada Halangan – bagian dari Sutra Shurangama) sebagai salah satu dari Sutra acuan tradisi Sukhavati.

Kalangan Mahayana Tiongkok meyakini Master Yin-guang sebagai badan penjelmaan Bodhisattva Mahasthamaprapta. Sedang tempat pembabaran Dharma di Tiongkok dari Mahasthamaprapta yang kelahirannya diperingati setiap tanggal 13 bulan 7 Imlek ini ditetapkan di Vihara Guangjiaosi di Gunung Langshan, Nantong, Propinsi Jiangsu.

Mahasthamaprapta juga diyakini beberapa kali mewujudkan dirinya di negara Jepang. Di sana, Mahasthamaprapta berwujud sebagai seorang perempuan yaitu istri dari pangeran Shotoku, juga sebagai seorang pria, yaitu Honen Shonin (1133-1212), pendiri aliran Jodo (Sukhavati) di negara matahari terbit. Uniknya, nama asli Honen (Chinese: Faran) adalah Seishi-maru. “Seishi” adalah terjemahan bahasa Jepang untuk Mahasthamaprapta.
Bahkan tidak hanya beremanasi sebagai seorang manusia saja, Mahasthamaprapta juga muncul sebagai seorang dewa bernama Dewa Candra (bulan), yang menerangi kegelapan “malam” samsara dan memberikan kebijaksanaan pada semua makhluk.
 
Unknown Web Developer

Morbi aliquam fringilla nisl. Pellentesque eleifend condimentum tellus, vel vulputate tortor malesuada sit amet. Aliquam vel vestibulum metus. Aenean ut mi aucto.

Sutra Pertobatan Air / San Mei Shui Can / 三昧水懺 & Kaitannya Dengan Hari Suci Ulambana




Pembacaan Sutra Pertobatan di dalam ritual memperingati Hari Suci Ulambana jamak dilakukan oleh para umat Buddha di seluruh dunia. Namun sebenarnya bagaimana tradisi ini berasal? Hal ini bermula dari sejarah Ulambana di dalam Agama Buddha yang menceritakan suatu kisah bakti salah seorang siswa utama Shakyamuni Buddha yaitu Maha Moghalana yang ingin menolong ibunya yang sedang berada di Alam Preta atau Alam Hantu Kelaparan. Sang Buddha kemudian memberikan khotbah-Nya kepada Maha Moghalana yang tertulis dalam Ulambanapatra Sutra tentang cara untuk menolong ibu Maha Moghalana yang berada di Alam Preta. Sang Buddha bersabda kepada Yang Arya Maha Moghalana, bahwa ibunya semasa hidupnya telah berbuat karma buruk yang sangat berat, sehingga haruslah mengundang para Bhikkhu dari sepuluh penjuru untuk memanjatkan doa dan Sutra untuk meringankan penderitaan Ibunya. Di samping itu pun Sang Buddha mengajarkan kepada Yang Arya Maha Moghalana, bahwa pada setiap tahun kalender tanggal 15 bulan 7 Imlek untuk memberikan persembahan kepada Sang Buddha, juga kepada para Bhikkhu yang memanjatkan Paritta suci, maka selain dapat menghapus karma buruk serta memperpanjang usia sang ayah bunda yang masih hidup, bahkan bisa mengangkat arwah sang ayah bunda yang pada masa kehidupan lampau, agar mereka dapat bebas dari Tiga Alam Samsara rendah yang menderita untuk kemudian dapat terlahir di Alam Dewa atau pun Alam Surga Sukhavati Loka.

Sutra yang biasanya selalu dibacakan dalam Ritual Ulambana adalah Sutra Pertobatan Air / San Mei Shui Chan / 三昧水懺 yang selalu dibacakan oleh para Bhikkhu ketika melaksanakan Ritual Suci yaitu sebuah ritual “Pertobatan Agung” yang disusun oleh Maha-Bhikkhu Wu Da (悟達國師) pada masa dinasti Tang. Sutra Pertobatan Air yang terdiri dari tiga bab ini memiliki makna yang amat mendalam dan juga secara khusus bertujuan untuk memurnikan karma dendam dari kehidupan lampau yang tak terhingga.

Pada beberapa kehidupan yang lampau, Maha-Bhikkhu Wu Da adalah Yuan Ang yang pernah memenggal Cao Cuo. Sepuluh kehidupan kemudian, Yuan Ang bertumimbal lahir menjadi seorang Sangha Agung yang menjalankan sila dengan ketat, oleh karena itulah Cao Cuo yang terus menyimpan dendam dalam banyak kehidupan tidak mempunyai kesempatan untuk membalas.

Kemudian, oleh karena kemurahan hati dari Kaisar Yi Zong membuat Yuan Ang menjadi goyah akan materi duniawi dan ketenaran sehingga menyebabkan moralnya merosot, sehingga hawa dendam dari penagih hutang karma bisa mengambil kesempatan ini untuk membalas dendam. Maka kemudian muncul sebuah borok yang berbentuk wajah manusia di lutunya. Bahkan pada borok itu lengkap terdapat bentuk alis, mata, mulut dan gigi. Dan setiap kali diberikan suapan makanan dan minuman, borok itu bisa membuka mulut dan menelannya. Sama sekali tiada bedanya dengan manusia.

Walau ia telah mencari banyak tabib yang terkenal untuk mengobati, namun semua nihil hasilnya. Kemudian, atas bantuan dari Yang Arya Jia Nuo Jia (迦諾迦尊者) yang menggunakan Air Dharma Samadhi untuk mencuci borok tersebut, maka borok itu dapat dihilangkan. Setelah itu, Maha-Bhikkhu Wu Da menyusun Tiga Bab Sutra Pertobatan Air Samadhi / San Mei Shui Chan / 三昧水懺 yang kemudian menjadi salah satu Pertobatan yang sangat populer di dalam Tradisi Buddhisme Mahyana Tiongkok hingga saat ini dan selalu dibacakan di dalam Ritual Ulambana guna meringankan karma-karma buruk, penyakit, kecacatan serta segala macam penderitaan, sehingga para arwah leluhur dapat terbebas dari alam sengsara.

Maka itu, makna Perayaan Hari Ulambana dapat disimpulkan sebagai berikut:
1.Membalas budi kepada para leluhur
2.Menjalankan cinta kasih dan kasih sayang Hyang Buddha untuk menolong para makhluk
3.Mengundang Arya Sangha atau para Bhikkhu untuk membacakan Paritta pengampunan dosa menuju Surga Sukhavati, agar semua makhluk yang berjodoh dapat tumimbal lahir di alam yang lebih baik
4.Memberikan dana puja / kathina kepada Arya Sangha / Bhikkhu
5.Memberikan sedekah kepada fakir miskin

Unknown Web Developer

Morbi aliquam fringilla nisl. Pellentesque eleifend condimentum tellus, vel vulputate tortor malesuada sit amet. Aliquam vel vestibulum metus. Aenean ut mi aucto.

Dhammapada Ayat 58 & 59 - Kisah Garahadinna




Ada dua orang sahabat bernama Sirigutta dan Garahadinna tinggal di Savatthi. Sirigutta adalah seorang pengikut Buddha dan Garahadinna adalah pengikut Nigantha, pertapa yang memusuhi Sang Buddha. Dalam hal berkaitan dengan Nigantha, Garahadinna sering kali berkata kepada Sirigutta, “Apa manfaat yang kamu dapatkan menjadi pengikut Buddha? Kemarilah, jadilah pengikut guruku”.

Setelah berulang kali dibujuk, Sirigutta berkata kepada Garahadinna, “Katakan padaku, apa yang diketahui oleh gurumu?” Garahadinna mengatakan bahwa gurunya dapat mengetahui masa lampau, saat ini, dan masa depan dan juga dapat membaca pikiran orang lain. Maka, Sirigutta mengundang Nigantha untuk datang ke rumahnya untuk menerima dana makanan.

Maka ia membuat sebuah parit yang dalam dan panjang dan dipenuhi dengan sampah dan kotoran. Tempat duduk untuk Nigantha dan murid-muridnya ditempatkan dengan sembarangan di atas parit. Belanga-belanga kotor dan besar dibawa masuk dan ditutup dengan kain dan daun-daun pisang agar kelihatan seolah-olah penuh dengan nasi dan kari. Ketika pertapa-pertapa Nigantha tiba, mereka dipersilahkan untuk masuk satu persatu, untuk berdiri di dekat tempat duduk yang telah disiapkan, dan langsung dipersilahkan duduk. Ketika mereka telah duduk, penutup parit tadi pecah dan pertapa-pertapa Nigantha jatuh ke dalam parit yang kotor.

Kemudian Sirigutta bertanya kepada mereka, “Kenapa kamu tidak mengetahui masa lalu, saat ini dan masa depan? Mengapa kamu tidak tahu pikiran orang lain?” Semua pertapa-pertapa Nigantha merasa dijebak. Garahadinna sangat marah kepada Sirigutta dan menolak untuk berbicara dengannya selama dua minggu. Kemudian, ia memutuskan bahwa ia akan membalas perlakuan Sirigutta. Karena itu, ia memutuskan untuk tidak marah lebih lama lagi.

Suatu hari ia menyuruh Sirigutta mengundang Sang Buddha dan lima ratus muridnya untuk berpindapatta. Maka Sirigutta menghadap Sang Buddha dan mengundangNya ke rumah Garahadinna. Ia mengatakan kepada Sang Buddha apa yang ia lakukan kepada pertapa-pertapa Nigantha, guru Garahadinna. Ia juga menunjukkan rasa takut bahwa undangan tersebut mungkin suatu jebakan. Sang Buddha dengan kekuatan supranaturalNya, mengetahui bahwa akan merupakan suatu kesempatan bagi dua sahabat itu untuk mencapai tingkat kesucian sotapatti. Dengan tersenyum Sang Buddha menyatakan undangan tersebut diterima. Garahadinna membuat sebuah parit, dipenuhi dengan bara yang menyala dan ditutup dengan karpet. Dia juga meletakkan belanga-belanga kosong yang ditutup dengan kain dan daun-daun pisang agar kelihatannya penuh dengan nasi dan kari. Keesokan harinya, Sang Buddha datang diikuti oleh lima ratus bhikkhu dalam satu rombongan.

Ketika Sang Buddh melangkah di atas karpet yang menutupi arang yang menyala, karpet dan bara api tiba-tiba menghilang, dan lima ratus bunga teratai sebesar roda kereta, membentang untuk Sang Buddha dan murid-muridNya duduk. Melihat keajaiban ini, Garahadinna sangat cemas dan dia mengatakan kepada Sirigutta: “Bantulah saya, teman. Bukan keinginan saya untuk membalas dendam. Saya telah melakukan perbuatan yang salah. rencana buruk saya tidak ada yang berpengaruh terhadap semua gurumu. Periuk-periuk yang ada di dapur semuanya kosong. tolonglah saya”. Sirigutta kemudian berkata kepada Garahadinna untuk pergi dan melihat periuk-periuk tersebut. Ketika Garahadinna melihat ke dapur semua periuk-periuknya telah berisi makanan. Ia menjadi sangat kagum. Pada waktu yang sama juga menjadi sangat lega dan gembira. Makanan tersebut disajikan kepada Sang Buddha dan murid-murid-Nya.

Selesai makan, Sang Buddha menyatakan anumodana terhadap perbuatan baik itu dan beliau berkata, “Mereka yang tidak tahu, kurang pengetahuan, tidak mengetahui kualitas yang unik dari Sang Buddha, Dhamma, Sangha, mereka seperti orang buta. Tetapi orang bijaksana yang memiliki pengetahuan, seperti orang melihat”.

Kemudian Sang Buddha membabarkan syair 58 dan 59 berikut ini: Seperti dari tumpukan sampah yang dibuang di tepi jalan, tumbuh bunga teratai yang berbau harum dan menyenangkan hati.

Begitu juga di antara orang di dunia, siswa Sang Buddha Yang Maha Sempurna bersinar menerangi dunia yang gelap ini dengan kebijaksanaannya.

Ketika mendengarkan khotbah Sang Buddha, perlahan-lahan tubuh Garahadinna diliputi oleh kegembiraan dan kebahagiaan. Pada akhir khotbah, Sirigutta dan Garahadinna mencapai tingkat sotapatti. Keduanya memperbarui persahabatan mereka dan menjadi penyokong utama bagi Sang Buddha dan para bhikkhu. Mereka juga banyak berdana untuk kepentingan Dhamma.
Unknown Web Developer

Morbi aliquam fringilla nisl. Pellentesque eleifend condimentum tellus, vel vulputate tortor malesuada sit amet. Aliquam vel vestibulum metus. Aenean ut mi aucto.