Pembacaan Sutra Pertobatan di dalam ritual memperingati Hari Suci Ulambana jamak dilakukan oleh para umat Buddha di seluruh dunia. Namun sebenarnya bagaimana tradisi ini berasal? Hal ini bermula dari sejarah Ulambana di dalam Agama Buddha yang menceritakan suatu kisah bakti salah seorang siswa utama Shakyamuni Buddha yaitu Maha Moghalana yang ingin menolong ibunya yang sedang berada di Alam Preta atau Alam Hantu Kelaparan. Sang Buddha kemudian memberikan khotbah-Nya kepada Maha Moghalana yang tertulis dalam Ulambanapatra Sutra tentang cara untuk menolong ibu Maha Moghalana yang berada di Alam Preta. Sang Buddha bersabda kepada Yang Arya Maha Moghalana, bahwa ibunya semasa hidupnya telah berbuat karma buruk yang sangat berat, sehingga haruslah mengundang para Bhikkhu dari sepuluh penjuru untuk memanjatkan doa dan Sutra untuk meringankan penderitaan Ibunya. Di samping itu pun Sang Buddha mengajarkan kepada Yang Arya Maha Moghalana, bahwa pada setiap tahun kalender tanggal 15 bulan 7 Imlek untuk memberikan persembahan kepada Sang Buddha, juga kepada para Bhikkhu yang memanjatkan Paritta suci, maka selain dapat menghapus karma buruk serta memperpanjang usia sang ayah bunda yang masih hidup, bahkan bisa mengangkat arwah sang ayah bunda yang pada masa kehidupan lampau, agar mereka dapat bebas dari Tiga Alam Samsara rendah yang menderita untuk kemudian dapat terlahir di Alam Dewa atau pun Alam Surga Sukhavati Loka.
Sutra yang biasanya selalu dibacakan dalam Ritual Ulambana adalah Sutra Pertobatan Air / San Mei Shui Chan / 三昧水懺 yang selalu dibacakan oleh para Bhikkhu ketika melaksanakan Ritual Suci yaitu sebuah ritual “Pertobatan Agung” yang disusun oleh Maha-Bhikkhu Wu Da (悟達國師) pada masa dinasti Tang. Sutra Pertobatan Air yang terdiri dari tiga bab ini memiliki makna yang amat mendalam dan juga secara khusus bertujuan untuk memurnikan karma dendam dari kehidupan lampau yang tak terhingga.
Pada beberapa kehidupan yang lampau, Maha-Bhikkhu Wu Da adalah Yuan Ang yang pernah memenggal Cao Cuo. Sepuluh kehidupan kemudian, Yuan Ang bertumimbal lahir menjadi seorang Sangha Agung yang menjalankan sila dengan ketat, oleh karena itulah Cao Cuo yang terus menyimpan dendam dalam banyak kehidupan tidak mempunyai kesempatan untuk membalas.
Kemudian, oleh karena kemurahan hati dari Kaisar Yi Zong membuat Yuan Ang menjadi goyah akan materi duniawi dan ketenaran sehingga menyebabkan moralnya merosot, sehingga hawa dendam dari penagih hutang karma bisa mengambil kesempatan ini untuk membalas dendam. Maka kemudian muncul sebuah borok yang berbentuk wajah manusia di lutunya. Bahkan pada borok itu lengkap terdapat bentuk alis, mata, mulut dan gigi. Dan setiap kali diberikan suapan makanan dan minuman, borok itu bisa membuka mulut dan menelannya. Sama sekali tiada bedanya dengan manusia.
Walau ia telah mencari banyak tabib yang terkenal untuk mengobati, namun semua nihil hasilnya. Kemudian, atas bantuan dari Yang Arya Jia Nuo Jia (迦諾迦尊者) yang menggunakan Air Dharma Samadhi untuk mencuci borok tersebut, maka borok itu dapat dihilangkan. Setelah itu, Maha-Bhikkhu Wu Da menyusun Tiga Bab Sutra Pertobatan Air Samadhi / San Mei Shui Chan / 三昧水懺 yang kemudian menjadi salah satu Pertobatan yang sangat populer di dalam Tradisi Buddhisme Mahyana Tiongkok hingga saat ini dan selalu dibacakan di dalam Ritual Ulambana guna meringankan karma-karma buruk, penyakit, kecacatan serta segala macam penderitaan, sehingga para arwah leluhur dapat terbebas dari alam sengsara.
Maka itu, makna Perayaan Hari Ulambana dapat disimpulkan sebagai berikut:
1.Membalas budi kepada para leluhur
2.Menjalankan cinta kasih dan kasih sayang Hyang Buddha untuk menolong para makhluk
3.Mengundang Arya Sangha atau para Bhikkhu untuk membacakan Paritta pengampunan dosa menuju Surga Sukhavati, agar semua makhluk yang berjodoh dapat tumimbal lahir di alam yang lebih baik
4.Memberikan dana puja / kathina kepada Arya Sangha / Bhikkhu
5.Memberikan sedekah kepada fakir miskin
Tidak ada komentar:
Posting Komentar