Jumat, 30 September 2016
Sejarah Mengenai Fu De Zheng Shen / 福德正神 - Bagian 2
Morbi aliquam fringilla nisl. Pellentesque eleifend condimentum tellus, vel vulputate tortor malesuada sit amet. Aliquam vel vestibulum metus. Aenean ut mi aucto.
Mantra Ta Pei Cou Beserta Arti dan 10 Manfaat Jika Membacanya
Dengan Penuh Sujud Aku Berlindung Kepada Tri Ratna
Dengan Penuh Sujud Aku Berlindung Kepada Yang Maha Sempurna
Makhluk Yang Telah Mencapai Pencerahan Bodhi
Makhluk Agung Maha Welas Asih
Aum Beliau Yang Mempunyai Kekuatan Kesempurnaan Dharma
Dengan Sepenuh Hati dan Sujud Aku Berlindung Kepadamu
Sumber Segala Kesucian
Setulus Hati Aku Bersujud kepadamu
Cahaya Kebajikan Agung Yang Tiada Batas
Para Buddha sayup - sayup merasakannya
Yang Memiliki Semu Kemuliaan Kebahagiaan Kemakmuran Tak Terkalahkan
Sumber Berkah Semua Makhluk di seluruh Penjuru Alam
Aum Beliau Yang Mendengarkan Suara Dunia Mengatasi Segala Rintangan Karma
Aku Akan menjalankan Ajaranmu Sampai Tercapainya Pencerahaan
Memberi Yang Terbaik Untuk Semuanya di Dalam Berkah dan Kebijaksanaan Mu ( Mo Si Mo )
Ketenangan Tidak Terhingga Laksana Dharma Melepasakan Keterbatasaan Mengembangkan Kemajuan Pribadai dan Semua Makhluk
Berlatilah Atasi Kelahiran dan Kematian Raih Kemenangan Agung Gemilang
Bersatulah Tenang Jernih Tajam Berani Pancarkan Cahaya Terang Benderang
Guncang Guncanglah Bebaskan Aku Dari Noda Batin
Datang Datanglah , Dengar Dengarlah
Raja Dharma Memutar Ajaran
Kabar Gembira Senyum Suka Cita Terimalah Dharma Menyatu Dalam Hati
Laksanakan Dharma Tanpa timbul Keraguan Teguh Tak Tergoyahkan
Raih Kemenangan Tak Terkalahkan Bagaikan Embun Sejuk Yang Menyembuhkan
Terang Teranglah Batin Sadar Sadarlah Tercerahkan
Beliau Yang Maha Asih Yang Patut di Puja Laksana Pedang Kebenaran Yang Kuat Dan Tajam
Kepada Yang Sempurna Svaha
Kepada Yang Mulia Svaha
Kepada Yang Maha Gaib Svaha
Beliau Yang Memiliki Gaib Sempurna Svaha
Pelindung Yang Maha asih Svaha
Beliau Yang mampu Mengatasi Semua Kesulitan Svaha, Yang Berwajah Singa Svaha
Beliau Yang Memiliki Kegaiban Agung Svaha
Beliau Yang Memiliki Kegaiban Cakra Svaha
Yang Memegang Bungah Teratai Svaha
Pelindung Yang Welas Dan Patut di Puja Svaha
Resi Agung Yang Menjalani Hidup Suci Svaha
Dengan Penuh Sujud Aku Berlindung Pada Tri Ratna
Dengan Penuh Sujud Aku Berlindung
Kepada Yang Maha Sempurna Svaha
Aum Semoga Jalan Mantra Ini membuahkan Kegaiban Kesuksesan
( Svaha )
Mohon koreksinya ya sobat jika ada kesalahan tulisan dan arti. Berikut ini adalah 10 Manfaat Jika Membaca Nya :
Dapat membuat hati kita lebih damai dan pikiran lebih jernih dan terang
Dapat menghilangkan segala penyakit batin
Membuat kita lebih panjang umur
Wajah kita akan selalu memancarkan kebahagiaan, sehingga rejeki lebih lancar
Dapat mengurangi karma buruk yang kita perbuat di masa lampau
Dapat mengurangi hambatan
Dapat membuka Prajna ( kebijaksanaan) untuk lebih mengerti Dhamma
Dapat menimbulkan Bodhicitta sehingga keyakinan Kita terhadap Triratna akan menjadi lebih kokoh.
Dapat terhindar dari rasa ketakutan yang berlebihan dan terhindar dari segala bencana yang akan menimpa
Morbi aliquam fringilla nisl. Pellentesque eleifend condimentum tellus, vel vulputate tortor malesuada sit amet. Aliquam vel vestibulum metus. Aenean ut mi aucto.
Kisah Serigala
“Cucuku, terdapat sebuah pertarungan antara 2 ekor Serigala di dalam diri kita semua.
Serigala yang satu adalah Kejahatan. Dia adalah kemarahan, iri-dengki, cemburu, kesedihan, penyesalan, rakus, sombong, mengasihi diri-sendiri, bersalah, dendam, bersifat rendah, kebohongan, kebanggaan semu, merasa dirinya paling unggul, dan mementingkan diri sendiri”.
“Serigala yang satunya lagi adalah Kebaikan. Dia adalah kegembiraan, damai, cinta, harapan, ketenteraman, kebaikan hati, kebajikan, bisa merasakan penderitaan orang lain, kemurahan hati, kebenaran, rasa belas kasihan, dan kepercayaan".
Sang Cucu memikirkannya beberapa saat dan kemudian bertanya: “Serigala yang mana yang menang?”
Sang Kakek menjawab: “Yang kamu beri MAKAN.”
Morbi aliquam fringilla nisl. Pellentesque eleifend condimentum tellus, vel vulputate tortor malesuada sit amet. Aliquam vel vestibulum metus. Aenean ut mi aucto.
Kamis, 29 September 2016
BUDDHA DAN AIR DANAU
"Lihatlah, apa yg kamu lakukan utk membuat air itu jernih ?
Kamu diamkan, maka lumpurnya perlahan-lahan turun dengan sendirinya, dan kamu mendapat air yg bersih.
Kalau sedang tidak tenang ataupun galau, diamkan saja dulu. Beri waktu sesaat, lalu pikiran keruhmu itu akan berubah dng sendirinya. Tidak usah repot utk mengendapkannya.
"Sabbe satta bhavantu sukhitatta"
สัพเพ สัต ตา ภะ วัน ตุ สุขิตัต ตา
Morbi aliquam fringilla nisl. Pellentesque eleifend condimentum tellus, vel vulputate tortor malesuada sit amet. Aliquam vel vestibulum metus. Aenean ut mi aucto.
Dhammapada Ayat 63
Kemudian Sang Buddha membabarkan syair 63 berikut: Bila orang bodoh dapat menyadari kebodohannya, maka ia dapat dikatakan bijaksana; tetapi orang bodoh yang menganggap dirinya bijaksana, sesungguhnya dialah yang disebut orang bodoh.
Semua keluarga pencopet pertama tersebut mencapai tingkat kesucian sotapatti setelah khotbah Dhamma itu berakhir.
Morbi aliquam fringilla nisl. Pellentesque eleifend condimentum tellus, vel vulputate tortor malesuada sit amet. Aliquam vel vestibulum metus. Aenean ut mi aucto.
Apakah Yang Dilakukan Sang Buddha Dengan “Pose” Tangan-Nya?
1. MUDRA BUDDHA #1 : ABHAYA – TIADA KETAKUTAN
2. MUDRA BUDDHA #2 : DHYANA – MEDITASI
Apakah Mudra Dhayana itu? Dhayana atau Mudra Samadhi adalah suatu gerakan Mudra yang memberikan energi meditasi, perenungan yang mendalam, penyatuan dengan kekuatan yang lebih besar.
Perputaran enerji ini terjadi dari bentuk segitiga yang terbentuk dari pertemuan kedua ibu jari dari kedua tangan dimana kedua tangan diletakan di pangkuan, tangan kanan berada di atas tangan , menengadah dan kedua ibu jari bertemu.
Dengan pose Mudra Dhyana ini dan mempraktekkannya, kita akan dapat merasakan kedamaian dan ketengangan ketika bermeditasi. Mudra ini identic dengan Dhyani Budha Amitabha yang menjadi penguasa daerah barat.
3. MUDRA BUDDHA #3 : BHUMISPARSA – MEMANGGIL BUMI SEBAGAI SAKSI
Mudra ini menggambarkan sikap tangan sedang menyentuh tanah. Tangan kiri terbuka dan menengadah di pangkuan, sedangkan tangan kanan menempel pada lutut kanan dengan jari-jarinya menunjuk ke bawah.
Sikap tangan ini melambangkan saat Sang Budha memanggil Bumi sebagai saksi ketika ia menangkis serangan Iblis Mara.
4. MUDRA BUDDHA #4 : WARA – KEDERMAWANAN
Mudra ini menggambarkan pemberian amal. Sepintas sikap tangan ini tampak nampak serupa dengan Bhumisparca Mudra tetapi telapak tangan yang kanan menghadap ke atas sedangkan jari-jarinya terletak di lutut kanan. Dengan mudra ini dapat dikenali Dhyani Budha Ratna Sambawa yang bertahta di selatan.
5. MUDRA BUDDHA #5 : DHARMACHAKRA - PEMUTARAN RODA DHARMA
Mudra ini melambangkan gerak memutar roda dharma. Kedua tangan diangkat sampai ke depan dada, yang kiri di bawah yang kanan. Tangan yang kiri itu menghadap ke atas, dengan jari manisnya. Sikap tangan demikian memang serupa benar dengan gerak memutar sebuah roda. Mudra ini menjadi ciri khas bagi Dhyani Budha Wairocana yang daerah kekuasaannya terletak di pusat.
Morbi aliquam fringilla nisl. Pellentesque eleifend condimentum tellus, vel vulputate tortor malesuada sit amet. Aliquam vel vestibulum metus. Aenean ut mi aucto.
Rabu, 28 September 2016
Delapan Cara Menjalani Hidup Menurut Buddhisme
1. Appreciate - Menghargai segala sesuatu
2. Relax - Tidak terburu buru
3. Smile - Selalu tersenyum & penuh suka cita
4. Let Go - Melepaskan, tidak terikat
5. Aware - Selalu penuh kesadaran
6. Thankful - Bersyukur atas segala sesuatu, baik / buruk
7. Forgive - Memaafkan
8. Action - Bertindak, tidak hanya berteori saja
Morbi aliquam fringilla nisl. Pellentesque eleifend condimentum tellus, vel vulputate tortor malesuada sit amet. Aliquam vel vestibulum metus. Aenean ut mi aucto.
Jumat, 02 September 2016
Pengabdian 10 Hari dan Pengabdian 10 Tahun
Alkisah, seorang Raja memiliki 10 anjing ganas untuk menghukum kriminal yang bersalah.
Jika Sang Raja tidak berkenan, maka orang yang bersalah akan dilempar ke kandang anjing agar dicabik oleh anjing-anjing ganas tersebut.
Suatu hari, seorang Menteri salah mengambil keputusan yang mengakibatkan Raja murka. Maka, sebagai hukuman, Sang Raja memerintahkan agar Sang Menteri dimasukkan ke kandang anjing ganas tersebut.
Menteri berkata: “Paduka, saya telah mengabdi padamu selama 10 tahun, tapi Paduka tega menghukumku begini. Atas pengabdianku selama ini, saya hanya minta agar pelaksanaan hukuman saya ditunda 10 hari”.
Sang Raja pun mengabulkannya. Sang Menteri bergegas menuju kandang anjing tersebut & meminta izin kepada penjaga untuk mengurus anjing-anjing di sana.
Ketika ditanya untuk apa, Sang Menteri hanya menjawab: “Setelah 10 hari nanti, engkau akan tahu”. Mengingat yang meminta izin adalah Menteri, maka si penjaga mengizinkannya.
Selama 10 hari itu, Sang Menteri memelihara, mendekati, memberi makan, bahkan sampai bisa memandikan anjing-anjing tersebut sehingga mereka menjadi sangat jinak pada Sang Menteri.
Ketika tiba waktu eksekusi, dengan disaksikan Raja, Sang Menteri dimasukkan ke kandang anjing. Betapa kagetnya Sang Raja ketika melihat anjing-anjing yang terkenal galak itu justru jinak pada Sang Menteri.
Maka Sang Raja bertanya, “Wahai Menteri-ku, apa yang telah kaulakukan pada anjing-anjing tersebut?”
Jawab Menteri: “Saya mengabdi pada anjing-anjing ini selama 10 hari & mereka tidak melupakan jasaku.”
Mendengar penjelasan Sang Menteri, terharulah Sang Raja. Sang Raja akhirnya memaafkan Sang Menteri ini dan membebaskannya dari hukuman.
Morbi aliquam fringilla nisl. Pellentesque eleifend condimentum tellus, vel vulputate tortor malesuada sit amet. Aliquam vel vestibulum metus. Aenean ut mi aucto.
Riwayat Ksitigarbha Bodhisattva / Di Zang Wang Phusa / 地藏王菩薩 - Bagian 2
Selain kisah di pada artikel sebelumnya, juga masih ada versi lain yang menceritakan tentang kelahiran Bodhisattva Ksitigarbha. Dalam salah satu sutra Buddhis yang sangat terkenak di Tiongkok, Buddha menceritakan bahwa Ksitigarbha pernah terlahir sebagai putri Brahman yang bernama gadis suci. Ketika ibunya meninggal, ia sangat sedih hati, karena pada masa hidupnya, ibu gadis suci, sering mengumpat Triratna, maka dilahirkan dialam neraka. Untuk menyelamatkan ibunya yang tersiksa dineraka, ia memberikan persembahan kepada Buddha pada masa itu. Ia berdoa dengan kesungguhan hati agar ibunya dibebaskan dari siksaan neraka, dan memohon kepada Buddha agar menolongnya.
Kisah tentang Ksitigarbha diceritakan dalam Sutra Tekad Agung Bodhisattva Ksitigarbha, salah satu sutra Buddhis aliran Mahayana yang paling terkenal. Sutra ini dikatakan telah diucapkan oleh Buddha menjelang akhir hidupnya dihadapan para makhluk di alam surga Trayastrimsa sebagai tanda syukur dan peringatan kepada ibunya yang tercinta, Māyādevī.
Ksitigarbha Biodhisattva pernah berjanji kepada Sakyamuni Buddha; “Saya akan mematuhi ajaranmu untuk melepaskan makhluk-makhluk dari penderitaan, dan membimbing mereka untuk mencapai kebebasan. Saya akan bekerja keras hingga Buddha Maitreya datang ke dunia ini”.
Buddha Sakyamuni memberikan nasihat; “Dengarkan baik-baik, jika seseorang pada waktu akan datang melihat lukisan/pratima Bodhisattva Ksitigarbha; mendengar sutra Ksitigarbha dan menghafalkannya, memberi persembahan dan menghormati Bodhisattva Ksitigarbha, mereka akan memperoleh keuntungan selama hidupnya dan kelak akhirnya akan mencapai kebuddhaan.
Bodhisattva Ksitigarbha sering dilukiskan dalam keadaan berdiri, tangannya memegang Cintamani (permata kebijaksanaan) atau Tongkat Bergemerincing, tongkat pemberi peringatan (disebut Khakkara). Wajahnya menunjukkan kebajikan. Banyak pula Bodhisattva Ksitigarbha yang dilukiskan dalam posisi duduk diatas teratai, tangannya memegang permata menyala yang dianggap berkekuatan dahsyat. Di kepalanya terdapat mahkota dengan lima lembar kelopak teratai, setiap kelopak terdapat lukisan Panca Dhayani Buddha. Dengan tongkatnya Ksitigarbha dapat membuka pintu neraka, sedangkan permata di tangannya dapat menerangi kegelapan neraka. Kadang kala kita temui Bodhisattva Ksitigarbha berdiri dan tangan kirinya memegang mangkok sedekah (patta) dan tangan kanannya membentuk mudra, sebagai tanda “Jangan takut” dan memberikan kedamaian semua makhluk.
Morbi aliquam fringilla nisl. Pellentesque eleifend condimentum tellus, vel vulputate tortor malesuada sit amet. Aliquam vel vestibulum metus. Aenean ut mi aucto.
Riwayat Ksitigarbha Bodhisattva / Di Zang Wang Phusa / 地藏王菩薩 - Bagian 1
Ksitigarbha Bodhisattva / Di Zang Wang Phusa / 地藏王菩薩 adalah salah satu dari 4 Bodhisattva utama dalam Buddhisme Mahayana di Asia Timur. 3 Bodhisattva lainnya adalah Samantabhadra Bodhisattva, Manjusri Bodhisattva, dan Avalokitesvara Bodhisattva.
Ksitigarbha (Sanskerta: क्षितिगर्भ Kṣitigarbha) dikenal dalam Buddhisme di Asia Timur sebagai seorang Bodhisattva Mahasattva, biasanya dimanifestasikan dalam bentuk rupa seorang Bhikkhu. Namanya dapat diartikan sebagai "Bendahara Bumi", "Simpanan Bumi", atau "Rahim Bumi".
Ksitigarbha terkenal oleh komitmen tekadnya untuk mengambil tanggung jawab atas seluruh mahluk di enam alam, pada masa antara berakhirnya Buddha Gautama (Shakyamuni) dan kebangkitan Buddha Maitreya, juga oleh komitmen tekad mulianya untuk tidak mencapai pencerahan sebelum penghuni alam neraka menjadi kosong. Oleh karena itu ia seringkali dikenal sebagai Bodhisattva yang senantiasa menolong semua jiwa manusia yang terjatuh dalam alam neraka.
Dalam wihara Mahayana biasanya ia memanifestasikan dirinya sebagai seorang bhikkhu dengan lingkaran cahaya mengelilingi kepalanya, ia membawa tongkat pembuka pintu alam neraka dan sebuah mutiara / permata pengabul permohonan untuk menerangi jalan kegelapan alam neraka.
Pada usia 99 tahun Beliau meninggal tepat pada tanggal 30 bulan 7 menurut penanggalan Imlek. Ada juga yang mengatakan bahwa pada waktu itu Di Zang telah berusia lanjut. Seorang cendikiawan kenamaan yang bernama Zhu ge Jie bersama temannya sedang bertamasya ke gunung untuk mencari udara segar. Sampai di atas, Qing Qi Yan melihat Di Zhang Wang sedang bersamadi dengan tekun, makannya hanya nasi putih yang dimasak encer diatas tungku dari tanah. Diam-diam timbul rasa hormatnya ia lalu mendirikan kuil diatas gunung Jiu Hua Shan. Sejak itu para Bhiksu dari berbagai tempat mendatangi Di Zhang Wang untuk menerima ajarannya. Jin Qiao Jue meninggal pada tahun pemerintahan Kaisar Xuan Cong dari dinasti Tang (728 M) tanggal 30 bulan 7 Imlek.
Inilah sebabnya mengapa setiap jatuh tanggal tersebut masyarakat banyak membakar hio yang disebut Di Zang Siang atau dupa Di Zang. Jenasah Jin Qiao Jue ditempatkan pada sebuah batu kecil, sampai pada suatu ketika jenasah hendak dikeluarkan, terjadi keajaiban, dimana jenasah tersebut masih dalam keadaan baik dan tidak membusuk, wajahnya hanya seperti orang tidur. Pada masa pemerintahan kaisar Xiao Cong, para penganutnya membangun sebuah pagoda di Nan-Tai (salah satu puncak di Ciu Hua Shan) dan menempatkan abunya disitu. Tatkala pagoda itu sudah selesai dibangun dan abu telah ditempatkan, ternyata pagoda itu telah mengeluarkan sinar yang gilang gemilang, sehingga mengherankan orang yang ada di situ. Tempat itu kemudian diubah namanya menjadi Shen Kuang Ling yang berarti bukit Cahaya Malaikat. Sejak itu Ciu Hua Shan menjadi salah satu gunung suci umat Buddha.
Morbi aliquam fringilla nisl. Pellentesque eleifend condimentum tellus, vel vulputate tortor malesuada sit amet. Aliquam vel vestibulum metus. Aenean ut mi aucto.