FESTIVAL MENGHANTARKAN DEWA DAPUR (ZAO JUN / 灶君) KE SURGA / TOA PE KONG NAIK (JI SI SIANG AN / SONG WANG) - ARTIKEL IMLEK (BAGIAN 1 DARI 2 ARTIKEL)
Ritual perayaan Tahun Baru Imlek bagi masyarakat tionghoa terdiri dari empat kegiatan utama, diawali oleh ritual menghantar Dewa Dapur naik kelangit seminggu sebelum tahun baru. Beberapa hari sebelum tahun baru, dewa dapur akan pergi ke langit untuk melaporkan catatan kehidupan orang-orang di bumi, apakah mereka berbuat baik atau tidak.
“Ditanggal 24 bulan ke-12 Dewa dapur akan naik ke surga membawa laporan-Nya. Berkendaraan awan yang ditiup oleh angin, Ia menikmati makanan dan minuman yang berlimpah, ikan segar dan kepala babi yang dimasak dengan baik…..
Jangan menybutkan hal-hal yang tidak baik dalam laporan-Mu, dan bawalah keberkahan dan keberuntungan saat Engkau kembali”
Jangan menybutkan hal-hal yang tidak baik dalam laporan-Mu, dan bawalah keberkahan dan keberuntungan saat Engkau kembali”
Demikian penggalan sebuah puisi mengenai persembahan/persembahyangan bagi Dewa Dapur yang ditulis oleh seorang sastrawan dari dinasti Song.
Bagi masyarakat Tionghoa, sembahyang dilakukan pada tanggal 24 dibulan ke-12 untuk menghantarkan Toa Pek Kong naik ke langit dan pada tanggal 3 di bulan-1 kembali diadakan persembahyangan untuk menyambut Toa Pek Kong yang turun dari langit.
Yang dimaksud dengan Toa Pek Kong adalah Dewa Dapur, yang kita kenal denga Zau Jun Ye/Zao Jun Gong (Mandarin) atau Ciau Kun Ye/Ciao Kun Kong (Hokkian).
Diyakini bahwa Ciao Kun Kong akan naik dengan membawa laporan perilaku keluarga berikut anggota keluarga, baik buruknya, kehadapan Giok Hong Siang Te. Bila berkelakuan tidak baik, maka tiada berkah namun hukuman yang diterima.sementara bila berkelakuan baik, maka berkah kebahagiaan melimpah ditahun yang baru yang akan dibawa serta saat Dewa Dapur kembali.
Dewa Dapur sangat dipuja sebagai pelindung rmah tangga dan dewa pemberi berkah bagi keluarga. Disebutkan bahwa pemujaan sudah ada sejak Zaman Dinasti Zhou sekitar 2000 tahun yang lalu. Pemujaan dilakukn hampir disetiap rumah, sehingga tidak dibangun di klenteng. Ataupun kalau ada, maka diletakkan juga paa daerah dapur. Karena itu, untuk simbolisasi keberadaan lebih umum berupa Gambar daripada Patung/Arca.
Persembahan yang dilakukan dalam persembahyangan pun berbeda dan berkembang. Semisal di zaman Dinasti T’ang ada yang menyebutkan arak sebagai persembahan. Namun ada pula yang menyebutkan hanya menggunakan The dan 3 batang Hio.
Didalam puisi diatas, biasa terlihat dengan menggunakan persembahan berupa makanan, minuman dan uang kertas. Gula ataupun makanan manis yang dikatakan untuk “menyogok” Dewa Dapur agar hanya akan mengatakan hal yang baik-baik baru mulai menjadi persembahan di Zaman Dinasti Ching.
Selain persembahan, di persembahyangan Toa Pek Kong naik ke langit, gambar Dewa Dapur akan diletakkan ditengah altar, dengan diapit kertas merah yang bersyair. Kurang lebih dapat diartikan dengan :
“Paduka Zao Jun yang mulia, Sebutlah kebaikan kami dilangit,
Bawalah berkah bagi kami apabila Anda turun kembali”
Bawalah berkah bagi kami apabila Anda turun kembali”
Setelah persembahyangan ini, membersihkan altar ataupun persembahyangan lain dilakukan.
Bagaimana asal mula kepercayaan Dewa Dapur?
Banyak sekali versi yang ada. Namun jarang selalu yang langsung terkait dengan dapur. Namun lebih pada makanan ataupun kesetiaan dalam keluarga. Sebagai contoh kisah sepasang suami istri yang kelaparan dan akhirnya dengan berat hati melepaskan istrinya untuk menjadi istri muda seorang hartawan. Saat ada pembagian makanan oleh si hartawan tersebut, Zhang sang suami, berada dalam urutan terakhir sehingga tidak kebagian makanan. Ketika keesokan harinya sang istri memulai pembagian makanan dan diatur mulai dari belakang, ternyata Zhang berada diurutan paling depan, dan kemudian ketika diatur mulai dari tengah, Zhang sudah tiada karena terlalu lapar.
Istri Zhang kemudian bunuh diri karena rasa setianya, dan oleh Giok Hong Siang Te, keduanya diangkat menjadi Dewa dan Dewi Dapur.
Istri Zhang kemudian bunuh diri karena rasa setianya, dan oleh Giok Hong Siang Te, keduanya diangkat menjadi Dewa dan Dewi Dapur.
Versi lain menyebutkan bahwa Kaisar Huang Di adalah penemu tungku sehingga kemudian diangkat menjadi Dewa Dapur. Dan masih banyak lagi versi yang ada sehingga siapa sebenarnya Ciao Kun Kong masih menjadi perdebatan ahli sejarah.
Permen untuk Dewa Dapur
Bubur laba dibuat dari beras, kacang-kacangan, buah zao. Buah lonjong berbiji ini lebih besar dari biji rambutan. Kulitnya merah tua dengan daging putihnya yang manis. Dengan yang lain-lain jumlah jenis isi bubur ini mencapai + 10 macam. Tapi, itu bukan harga mati. Bagi keluarga kurang mampu, beras dan buah zao merah saja cukup.
Pada tanggal 23 ada upacara penting karena dipercaya Dewa Dapur akan naik ke surga. Hari itu sang Dewa akan melaporkan semua kejadian selama satu tahun di setiap keluarga kepada Tian. Manusia pun mencari akal agar Tian tidak marah. Caranya, hari itu sang Dewa disuguhi permen yang amat lengket dan manis, namanya guandongtang (baca: kuan tung tang). Setelah makan permen itu, mulut sang Dewa yang terasa manis, diharapkan cuma melaporkan hal yang bagus-bagus.
Menurut versi lain, mulut sang Dewa terkancing akibat makan permen yang amat lengket. Makanya, ia cuma bisa senyam-senyum di depan Thian. Berhubung upacara itu hanya berjarak 1 minggu dengan tahun baru, tanggal 23 disebut xiao nian atau "Tahun Baru Kecil".
Sebagian orang menyebut tanggal 23 yaoming de guandongtang atau "permen guandong peminta nyawa". Usut punya usut, rupanya mereka percaya, sebelum memasuki Imlek semua utang sudah harus lunas. Jelaslah, bagi yang berutang hari sengsara (karena harus membayar utang) pun semakin dekat
Sumber Tulisan :
1. Setiawan dan Kwa Thong Hay, 1990
2. Dewa Dewi Klenteng, Yayasan Klenteng Sam Poo Kong, Wu Luxing, 1995
3. 100 Chinese Gods, Asiapac books
4. Buletin Hikmah Tri Dharma, Edisi 01/XXIX/Januari-Februari 2005
5. Berdasarkan Cerita turun temurun Masyarakat Tionghoa Gorontalo
1. Setiawan dan Kwa Thong Hay, 1990
2. Dewa Dewi Klenteng, Yayasan Klenteng Sam Poo Kong, Wu Luxing, 1995
3. 100 Chinese Gods, Asiapac books
4. Buletin Hikmah Tri Dharma, Edisi 01/XXIX/Januari-Februari 2005
5. Berdasarkan Cerita turun temurun Masyarakat Tionghoa Gorontalo
Tidak ada komentar:
Posting Komentar