Jumat, 14 April 2017

KISAH DAN ASAL USUL HARI CENG BENG (Festival Ching Ming) bagian 3 dari 5 Artikel Memaknai Perayaan Ceng Beng Utk Generasi Penerus


KISAH DAN ASAL USUL HARI CENG BENG (Festival Ching Ming) bagian 3 dari 5 Artikel
Memaknai Perayaan Ceng Beng Utk Generasi Penerus
6 Hal Yang Perlu Anda Lakukan Pada Saat Ziarah Cengbeng
Setiap tanggal 5 April, sebagian besar masyarakat Tionghoa di dunia selalu melakukan tradisi ziarah kuburan leluhur/orang tua, yang dikenal dengan sebutan Qing Ming (Hanzi : 清明; Hokkian : Cengbeng). Hari Cengbeng sendiri adalah salah satu momen berkumpulnya keluarga etnis Tionghoa selain hari raya Imlek. Berikut 6 hal yang harus anda persiapkan menjelang ziarah Cengbeng :
1. Menyiapkan Peralatan Dalam Membersihkan Makam
Membawa peralatan seperti sapu lidi, sarung tangan untuk mencabuti rumput liar, kuas dan cat untuk mengecat bagian yang luntur, dsb. Ada sebagian yang membersihkan makam sejak sebulan sebelum Cengbeng; ada juga yang membersihkannya pada saat Hari H nya. Namun bagi yang mau mengadakan sembahyang di makam langsung, ada baiknya membersihkan makam sebelum Hari H nya, agar tidak membebani nanti saat sembahyang di makam.
Segera perbaiki bagian makam yang pecah, rusak, atau luntur. Dari segi Fengshui, tentu sangat tidak baik apabila terdapat banyak pecah pada bagian tembok/tegel nya, apalagi sampai tumbuh tunas pohon di pinggirnya! Itu disebabkan karena kurangnya perhatian dari keluarga/ahli warisnya (bagi sebagian orang, ahli waris = beban seumur hidup), sudah sangat jarang menengok makam orang tuanya, bisa 3 tahun sekali baru datang ziarah.
Atau nanti jika mau ada anggota keluarga yang datang dari jauh, misalnya dari luar negeri (anggapan sebagian orang, tinggal di luar negeri = sudah sukses dan hidup makmur), baru mau datang cari muka untuk membersihkan dan ikut berziarah agar dianggap berbakti. Inilah fakta yang sebenarnya banyak terjadi pada sebagian etnis Tionghoa saat ini.
Namun ada juga Yayasan yang mengelola makam, dimana biasanya mereka memungut iuran bulanan/tahunan sebagai anggaran pemeliharaan makam di lokasi perkuburan. Jadi kita tidak perlu susah-susah lagi dalam membersihkan makam rutin. Yayasan ini biasanya mengelola di perkuburan marga khusus, atau di perkuburan umum area VIP.
2. Menyiapkan Makanan Persembahan Kepada Leluhur
Menu makanan untuk sembahyang leluhur sangat beragam, mengikuti adat kebiasaan setempat, dan mungkin ada yang menambahkan menu kesukaan leluhur sebelum meninggal. Menu sembahyang umumnya terdiri dari buah-buahan, manisan, kue basah dan kering, teh, ciu (sejenis arak atau minuman beralkohol setempat), dan menu makanan utama. Selengkapnya dapat dibaca pada artikel menu makanan sembahyang leluhur.
Namun seiring perkembangan zaman dan dengan alasan kepraktisan, orang mulai ‘menyederhanakan’ nya agar lebih mudah dibawa. Apalagi bagi keluarga yang tidak memiliki banyak sanak family, atau yang sanak family nya sudah tidak mau lagi pergi ke kuburan orang tua/leluhur dengan alasan sudah beragama lain. Tentu ini akan sangat memberatkan bagi anggota keluarga besar yang tersisa dalam menjalankannya, dan tidak sedikit yang akhirnya memilih untuk hanya melaksanakan sembahyang Cengbeng di rumah.
Mimin rekomendasikan untuk membawa menu ‘nasi kotak’ agar praktis. Sehabis sembahyang, tidak repot membereskannya jika dibanding membawa rantang dan piring. Apalagi yang membawa benda pecah belah; selain berat, resiko pecahnya juga besar. Selesai sembahyang, bisa langsung disantap dan jangan lupa buang sampah pada tempatnya, atau bawa pulang sekalian. Jangan biasakan buang di pinggir makam atau malah dibuang di makam tetangga; hati-hati ‘tuan rumah’ nya ngikut pulang lho 🙂
Selain itu, tambahkan saja 3 macam buah dan kue basah, aqua gelas/teh kotak, selesai. Tidak repot kan?
3. Saling Kontak Dengan Saudara Lainnya Untuk Menentukan Waktu dan Jam Pelaksanaan
Bagi yang punya keluarga besar, yang tersebar dari ujung Sabang sampai Merauke, tentu mereka akan saling mengabari dan mengatur jadwal pelaksanaan sembahyang ziarah Cengbeng tahunan. Ada ungkapan, lebih baik tidak pulang Imlek daripada tidak pulang Cengbeng. Jadi, sedemikian besarnya makna sembahyang Cengbeng ini bagi sebagian orang. Biasanya sejak H-14 mereka mulai mencari tiket murah meriah untuk PP, mengatur koper dan mengambil cuti (bagi yang kantoran).
4. Membawa Karangan Bunga
Bawalah se buket bunga untuk diletakkan di makam
Biasanya pada hari-hari mendekati Cengbeng, banyak penjual bunga mulai menjajakan berbagai jenis bunga hidup (bukan bunga hias ya) di emperan toko atau di pinggiran jalan menuju kompleks perkuburan. Boleh beli seikat buat ditaruh di makam orangtua/leluhur nantinya. Ini lebih baik ketimbang anda pergi dengan tangan kosong tanpa membawa apa-apa. Ini bisa jadi ‘menu wajib’ bagi etnis Tionghoa kristiani karena mereka sudah tidak lagi membawa kertas perak yang nantinya akan ditaruh diatas makam (sebagai penanda bahwa makam sudah dibersihkan).
5. Membawa Perlengkapan Persembahyangan
Bawalah perlengkapan sembahyang saat ziarah kubur
Jangan lupa untuk membawa perlengkapan sembahyang, seperti lilin, hio/dupa, dan kertas perak untuk ditabur diatas makam. Lalu kenapa disetiap kubur, diatasnya disebarkan/diletakkan kertas perak atau kuning setiap kali selesai dibersihkan?
Konon menurut cerita rakyat, asal mula ziarah kubur atau Ceng Beng ini berawal dari zaman kekaisaran Zhu Yuan Zhang, pendiri Dinasti Ming (1368-1644 M). Zhu Yuanzhang awalnya berasal dari sebuah keluarga yang sangat miskin. Karena itu dalam membesarkan dan mendidik Zhu Yuanzhang, orangtuanya meminta bantuan kepada sebuah kuil. Ketika dewasa, Zhu Yuanzhang memutuskan untuk bergabung dengan pemberontakan Sorban Merah, sebuah kelompok pemberontakan anti Dinasti Yuan (Mongol).
Berkat kecakapannya, dalam waktu singkat ia telah mendapat posisi penting dalam kelompok tersebut; untuk kemudian menaklukkan Dinasti Yuan (1271-1368 M); sampai akhirnya Beliau menjadi seorang kaisar. Setelah menjadi kaisar, Zhu Yuanzhang kembali ke desa untuk menjumpai orangtuanya. Sesampainya di desa ternyata orangtuanya telah meninggal dunia dan tidak diketahui keberadaan makamnya.
Kemudian untuk mengetahui keberadaan makam orangtua nya, sebagai seorang kaisar, Zhu Yuan Zhang memberi titah kepada seluruh rakyatnya untuk melakukan ziarah dan membersihkan makam leluhur mereka masing-masing pada hari yang telah ditentukan. Selain itu, diperintahkan juga untuk menaruh kertas kuning di atas masing-masing makam, sebagai tanda makam telah dibersihkan.
Setelah semua rakyat selesai berizarah, kaisar memeriksa makam-makam yang ada di desa dan menemukan makam-makam yang belum dibesihkan serta tidak diberi tanda. Kemudian kaisar menziarahi makam-makam tersebut dengan berasumsi bahawa di antara makam-makam tersebut pastilah merupakan makam orangtua, sanak keluarga, dan leluhur nya. Hal ini kemudian dijadikan tradisi untuk setiap tahunnya.
6. Melaksanakan Sembahyang Cengbeng
Cengbeng adalah salah satu momen berkumpulnya sanak family
Yup! Ini adalah puncaknya. Momen berkumpul bersama keluarga besar saat Imlek terulang kembali; dan inilah inti dari rangkaian kegiatan persembahyangan Cengbeng sebenarnya. Selain itu, kita juga diingatkan pada jasa-jasa orang tua/leluhur yang telah mengasuh dan membesarkan kita sampai jadi orang saat ini. Ingatlah, tanpa mereka, kita tidak akan pernah ada. Jangan seperti jadi orang yang minum air namun lupa sumbernya!
Jangan sampai ada anggapan bahwa jika sudah beragama non Tionghoa maka sudah tidak perlu lagi ikut-ikutan sembahyang kubur, karena akan dianggap menyembah setan dan berhala. Anda-anda masih dapat ikut berpartisipasi dalam membersihkan makam, menyiapkan makanan; terlepas apakah nantinya anda akan menyantap makanan nya atau tidak (Fakta : sebagian orang sudah tidak mau lagi menyantap makanan bekas sembahnyang orang tuanya!), dan ikut sungkem pada saat sembahyang bersama dilakukan. Berdoalah menurut keyakinan Agama dan kepercayaan anda, itu sudah lebih dari cukup untuk menunjukkan tanda bakti anda.
Banyak kejadian saat ini makam-makam Tionghoa sudah tidak terurus karena ahli waris/anak-anak ‘si empunya makam’ sudah enggan mengurusnya dengan alasan sangat sibuk dengan bisnisnya. Akibatnya makam ditumbuhi rumput dan tanaman liar yang merambat. Yang paling sial, si empunya makam tidak memiliki anak lelaki sebagai penerus marga dan penanggung ‘kewajiban’ keluarga (Fakta : dalam etnis Tionghoa, anak laki-laki sangat diprioritaskan dalam keluarga meski terlahir sebagai anak paling bontot bungsu).
Anak perempuan biasanya hanya akan ikut suaminya, dan syukur-syukur masih mengirimkan uang ‘santunan’. Jika tidak, maka kuburnya tinggal ditunggu saja kapan akan dibongkar pengelola makam (tidak tahu tulang belulangnya akan dikemanakan, bisa jadi hanya dibuang di got atau tempat sampah), atau ditimpali dengan makam baru (ini biasa terjadi di kompleks perkuburan yang sudah penuh sesak dan tidak ada lahan baru).
Kremasi wajib dilakukan di negara yang padat penduduknya
Tidak sedikit yang akhirnya menulis surat wasiat agar kelak nantinya di ngaben kremasi saja ketimbang dikubur daripada kelak menjadi beban.
Selamat merayakan festival Cengbeng
Unknown Web Developer

Morbi aliquam fringilla nisl. Pellentesque eleifend condimentum tellus, vel vulputate tortor malesuada sit amet. Aliquam vel vestibulum metus. Aenean ut mi aucto.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar