Dalam rangka menyambut hari dari Sakyamuni Buddha mencapai pencerahan yang jatuh pada hari Kamis 05 Januari 2017 (Lunar tanggal 08 bulan 12), Cetya Tathagata Jakarta akan memberikan artikel mengenai Sakyamuni Buddha yang akan terbagi menjadi 3 bagian.
KISAH PENCAPAIAN PENCERAHAN SEMPURNA SAKYAMUNI BUDDHA - AWAL DAN TITIK BALIK KEHIDUPAN (BAGIAN 1)
Sang Buddha menjadi salah seorang di dalam sejarah yang hidup dengan berkarya di India Utara VI abad sebelum Kristus. Di dalam ajaran Theravada beliau lahir 623 tahun sebelum Kristus dan wafat (Parinibbana) 543 tahun sebelum Kristus pada usia 80 tahun. Beliau adalah pewaris tahta (Pangeran) Putra Raja “Suddhodana” dari sebuah kerajaan kecil yaitu kerajaan “Sakka” di kaki gunung Himalaya (sekarang menjadi bagian dari negara Nepal dan terletak di bagian Utara India). Beliau bernama kecil Siddhattha (Siddhartha yang berarti tercapailah cita-cita) dan nama keluarganya adalah Gotama.
Kata “Buddha” bukan sebuah nama tetapi merupakan sebuah gelar yang berarti “Orang yang mencapai penerangan sempurna”. Di India orang-orang menyebutnya sebagai Pertapa Gotama. Umat Buddha menyebut Beliau dengan sebutan Sang Bhagava atau Bhagava Buddha. Beliau menyebut dirinya sendiri dengan sebutan Tathagata. Umat Buddha Mahayana menyebutnya dengan sebutan Sakyamuni atau Sakyamuni Buddha. Para cendikiawan dari Barat menyebutnya dengan sebutan Buddha atau Buddha Gotama.
Kapilavatthu adalah ibu kota dari wilayah bagian Sakka yang berada di bawah kekuasaan Kerajaan Kosala, salah satu Negara yang memiliki kekuasaan di bagian selatan.
Pangeran Siddhattha lahir di bawah sebuah pohon di Taman Lumbini. Kejadian istimewa ini terjadi pada saat Ratu Mahamaya sedang melakukan perjalanan dengan para dayang dan pengawalnya menuju kota Devadaha, yang merupakan kota tempat orang tua Ratu Mahamaya tinggal. Ratu Mahamaya, ibunda beliau meninggal tujuh hari setelah beliau dilahirkan. Pangeran Siddhattha termasuk ke dalam kasta Ksatria.
Seperti pendiri agama yang lain, Sang Buddha terlahir penuh dengan keajaiban dari sejak beliau lahir sampai meninggalnya. Beliau merupakan manusia sempurna yang memiliki 32 tanda dari manusia sempurna dan memiliki kebijaksanaan tinggi. Beliau menjadi harapan suku Sakya untuk menjadi pemimpin bangsanya. Untuk mempersiapkanNya menjadi seorang pemimpin, ayahnyamendatangkan guru-guru terbaik untuk mengajariNya. Beliau hidup nyaman dan bahagia dan mendapatkan sesuatu yang terbaik layaknya seorang Pangeran. Beliau menikah dengan seorang putri cantik yang bernama Yasodhara pada usia muda.
Pangeran Siddhattha adalah pemuda yang memiliki sifat senang mendalami agama dan filsafat yang tinggi. Saat beliau keluar dari istana untuk melihat negerinya, beliau bertemu dengan satu orang tua. Beliau heran dan berfikir mengapa orang dapat menjadi tua seperti itu ? Beliau kembali ke istana dan merasa semuanya berubah dan cara pandang beliau berganti. Pergi kedua kali beliau melihat satu orang sakit. Setelah melihat hal ini, pikirannya pun semakin berat merenungkan kehidupan ini. Pergi yang ketiga kalinya beliau melihat kematian. Dalam pikiran beliau mulai timbul kebosanan dan ketidak bahagiaan pada kehidupan. Beliau menjadi sadar dan mengerti bahwa hidup kita ini tidak sempurna dan tidak kekal.
Tidak lama setelah itu, istri beliau melahirkan seorang putra. Yaitu Pangeran Rahula yang artinya belenggu. Tetapi beliau tidak merasa bahagia dengan kejadian yang membahagiakan itu. Pangeran Siddhattha menganggap bahwa ini merupakan awal penderitaan. Karena adanya kelahiran merupakan awal dari usia tua, kesakitan dan kematian.
Pangeran Siddhattha ingin mengetahui adakah keadaan yang terbebas dari kelahiran, usia tua, sakit dan kematian ? Pangeran Siddhattha yakin sesungguhnya pasti ada keadaan yang terbebas dari semua itu. Dan saat itu beliau ingin tahu jalan yang benar untuk bebas dari keadaan itu bagaimana dan berkeinginan mencari jalan itu dengan sungguh-sungguh. Satu hari beliau pergi melihat negerinya dan melihat seorang pertapa yang duduk tenang di bawah sebuah pohon. Melihat hal itu beliau merasa bahagia sekali dan timbul satu keyakinan inilah jalan terbebas dari penderitaan.
Saat beliau berusia 29 tahun beliau mengambil keputusan meninggalkan hidup keduniawian. Menjadi seorang samana. Mendapatkan larangan yang keras dari ayahnya. Namun karena konflik dalam batinnya semakin keras selanjutnya beliau tetap pergi untuk mencari jalan lenyapnya penderitaan.
Beliau belajar dan praktek pada guru-guru terkenal dalam masa itu, tetapi tidak puas dengan ajaran-ajaran tersebut karena melihat masih ada penderitaan yang sama. Sekarang masih tersisa satu ajaran dari guru yang mengajari penyiksaan diri yang keras. Beliau menyiksa diri sendiri dengan segala macam cara, seperti yang ada dalam kitab suci kuno. Cara terakhir adalah dengan berpuasa. Beliau tidak makan selama 40 hari. Pertapa Gotama menghentikan praktek itu karena mengerti itu bukan jalan untuk bebas dari penderitaan.
Sumber : Pustaka Dhamma
Tidak ada komentar:
Posting Komentar